20090608

MK Wajibkan CSR Bagi Perusahaan

MK Wajibkan CSR Bagi Perusahaan
17.Apr.2009 106 Klik

Akhirnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) menjadi hal yang wajib diimplementasikan oleh perusahaan, khususnya perusahaan di bidang sumber daya alam.

Demikian dibacakan Majelis Hakim Konstitusi dalam sidang pembacaan putusan pengujian Pasal 74 ayat (1), (2), dan (3) serta penjelasan Pasal 74 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) terhadap Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, Rabu (15/04), di ruang sidang MK.

Para pemohon berasal dari para pebisnis terkemuka, yaitu Muhammad Suleiman Hidayat (Ketua Umum Kadin/Pemohon I), Erwin Aksa (Ketua Umum BPP HIPMI/Pemohon II), Fahrina Fahmi Idris (Ketua Umum IWAPI/Pemohon III), dan oleh beberapa perusahaan, yaitu PT. LILI PANMA (Pemohon IV), PT. APAC CENTRA CENTERTEX, Tbk. (Pemohon V), PT. KREASI TIGA PILAR (Pemohon VI). Para pemohon didampingi oleh kuasa hukumnya, yaitu Dr. Bambang Widjajanto, SH, LL.M, Iskandar Sonhadji, SH., Abdul Fickar Hadjar, SH.

Dalam putusannya Majelis menyatakan bahwa Pemohon I, II, dan III tidak memiliki legal standing karena tidak menguraikan dengan jelas dalam permohonannya kerugian konstitusional seperti apa yang mereka alami dari berlakunya Pasal 74 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 40/2007. Sedangkan terhadap pemohon lainnya MK berpendapat bahwa mereka memiliki legal standing.

MK dalam pertimbangannya berpendapat bahwa keberadaan Pasal 74 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 40/2007 tersebut merupakan turunan dari Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” sehingga kewajiban dari negara, menurut Majelis, melindungi hak konstitusional warga di lingkungan perusahaan tersebut melalui pengaturan yang mewajibkan perusahaan-perusahaan yang diuntungkan dari aset pertambangan agar membagi kekayaannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Majelis juga berpendapat Pasal 74 tidaklah diskriminatif walaupun ketentuan tersebut hanya diperuntukkan bagi perusahaan yang bergerak di bidang pemanfaatan sumber daya alam (misalnya perusahan pertambangan). Terhadap perusahaan yang bergerak di luar pemanfaatan sumber daya alam, Majelis berpendapat bahwa sesungguhnya tanggung jawab sosialnya telah diatur dalam Pasal 15 huruf b UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Dalam putusan perkara 53/PUU-VI/2008 ini terdapat tiga orang Hakim MK yang mengeluarkan pendapat berbeda (dissenting opinion) yaitu Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, Maruarar Siahaan, dan M. Arsyad Sanusi. Ketiga Hakim Konstitusi tersebut berpendapat bahwa Pasal 74 diskriminatif sehingga bertentangan dengan UUD 1945. (Feri Amsari)

Sumber: www.mahkamahkonsitusi.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar