20090526

Alamak... Indonesia Jadi Penghancur Hutan Terbesar

Alamak... Indonesia Jadi Penghancur Hutan Terbesar

http://sains.kompas.com/read/xml/2009/05/26/15353439/Alamak....Indonesia.Jadi.Penghancur.Hutan.Terbesar


JAKARTA, KOMPAS.com — Sampai detik ini Indonesia masih menjadi negara penghancur hutan terbesar di dunia. Sebanyak 64 persen sampai 83 persen kayu hasil tebangan di negeri ini berstatus illegal logging.

"Data lain yang memprihatinkan adalah dari semua kasus illegal logging yang berhasil diinvestigasi, hanya kurang dari 5 persen yang masuk ke pengadilan," kata Laode Syarif, Chief of Cluster Security and Justice Kemitraan dalam Seminar Nasional Pemberantasan Penebangan Liar dalam Era Pemerintah SBY-JK di Jakarta, Selasa (26/5).

Fakta di atas terkait tentang bagaimana kinerja pemerintahan SBY-JK soal komitmen penanganan kejahatan hutan. Berdasarkan data dari EC-Indonesia FLEGT Support Project tentang kasus yang terjerat Inpres Nomor 4 Tahun 2005 mengenai pemberantasan penebangan kayu secara ilegal, tercatat pada 2007 terdapat 574 kasus kejahatan hutan. Dari kasus tersebut 103 kasus dalam proses penyelidikan, 437 kasus telah P-21 atau dalam proses penuntutan, dan 34 kasus telah divonis di pengadilan.

Sementraa itu, pada tahun berikutnya, kasus turun menjadi 404 kasus. Sebanyak 212 kasus di antaranya sedang dikategorikan terdeteksi, 154 kasus dibawa ke polisi, 24 kasus telah berstatus P-21, dan 14 kasus sudah diputus oleh pengadilan.

Laode memberikan catatan penting. Pertama, pelaku illegal logging yang banyak diperiksa hanya pelaku kecil. Kedua, pemerintah tidak sukses menyinergikan kerja antara departemen kehutanan, polisi, jaksa, dan badan-badan pemerintah lain. Ketiga, Menko Polhukam cenderung mengalihkan isu hukum menjadi isu politik. "Misalnya, illegal logging di Riau sampai dengan pencopotan Kapolda," tutur Laode.

Pada akhir pemaparannya, ia memberi nilai kerja pemerintahan SBY. "Saya beri nilai paling tinggi untuk pemerintahan SBY tidak lebih dari 6," kata Laode.

ONE


--

20090524

Forum santri haramkan friendster dan facebook

.

KEDIRI, KOMPAS.com - Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa
Timur mengharamkan penggunaan jejaring sosial seperti "friendster" dan
"facebook" yang berlebihan.

"Berlebihan itu antara lain jika penggunaannya menjurus pada perbuatan
mesum, dan yang tidak bermanfaat," kata Humas FMPP, Nabil Harun di Kediri
Jawa Timur Jumat.

Ia mengatakan,penggunaan forum jejaring sosial, seperti, "friendster",
"facebook", maupun media komunikasi lainnya, seperti "audio call", "video
call", SMS, 3G yang diperbolehkan adalah yang membawa manfaat, seperti
dagang, "khitbah" (lamaran), jual-beli, maupun dakwah.

Nabil mengatakan penggunaan jejaring tersebut sudah mengarah pada perilaku
mesum, terlihat dari berbagai gambar dan tulisan yang terpampang.

Nabil mengungkapkan, pengambilan kebijakan mengharamkan penggunaan
"facebook" berlebihan itu didasarkan pada Kitab Suci dan Hadis, di antaranya
kitab "Bariqah Mahmudiyyah" vol. IV hal. 7,Ihya "Ulumuddin" vol. III hal.
99, "I`anatut Thalibin" vol. III hal. 260, serta beberapa landasan kitab
lainnya.

"Dalam mengambil kebijakan, kami tidak main-main, karena kami juga
berdasakan kitab dan Quran," katanya.

Ia juga menjelaskan pengambilan keputusan tersebut berbeda dengan
pengambilan keputusan lembaga lainnya yang juga mengadakan "bahtsul masail"
dan biasanya dilakukan dengan suara terbanyak.

"Sementara keputusan forum tersebut dengan kata musyawarah mufakat. Jika
memang tidak ada keputusan, akan dibahas di forum tertinggi," katanya
mengungkapkan.

Dalam pengambilan keputusan tersebut, Nabil menjelaskan, forum selalu
diawasi dengan perumus, yang dilanjutkan dilanjutkan dengan keputusan
"musyahih" (untuk mensahkan).

Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa Timur XI di Pondok
Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi-aat Lirboyo, Kota Kediri tersebut, diikuti
sekitar 700 santri.

Dalam forum tersebut dibahas sebanyak delapan hal, mulai dari jejaring
sosial, pro kontra Ponari, dilema perempuan di masa "iddah" (menunggu
setelah suami meninggal), dan beberapa bahan lainnya.

Hadir dalam kegiatan tersebut, para perumus dan musyahih, di antaranya K.H.
Atoillah S. Anwar dari Lirboyo, Kediri, K.H. Abdul Muid dari Robithoh Maahid
Islamiyah (RMI), K.H. Sunandi dari Banyuwangi, serta beberapa kiai lainnya.

Sumber berita kompas:
Facebook haram
http://m.kompas.com/news/read/data/2009.05.22.19412039

20090522

Daftar Kecelakaan Pesawat Milik TNI Kurun Waktu Tahun 1991 - 2009

---------- Forwarded message ----------
From: "Redaksi Sumbawanews.com"
Date: Fri, 22 May 2009 09:27:10 -0700

http://maubaca.com/serba-serbi/249-daftar-kecelakaan-pesawat-milik-tni-kurun-waktu-tahun-1991-2009.html

Daftar Kecelakaan Pesawat Milik TNI Kurun Waktu Tahun 1991 - 2009

Maubaca.com.- Kecelakaan pesawat TNI ibaratnya deret hitung, dari hari kehari terus terjadi yang mengakibatkan ratusan jiwa melayang sia-sia. Kecelakaan terkini adalah jatuhnya Pesawat Hercules C 130 pada 20 Mei 2009 di persawahan desa Geplak Kecamatan Karas Magetan.

Berikut data kecelakaan pesawat miliki TNI yang terjadi sepanjang tahun 1991 - 2009 yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber.

1. 5 Oktober 1991, Kecelakaan Pesawat Hercules TNI AU C 130 di Condet Jakarta Timur. Pesawat Jatuh setelah mesin mati. 135 orang tewas, mayoritas anggota Pashas TNI AU.

2. 8 Januari 2001, Kecelakaan Pesawat Cassa Nurtanio (CN) 212 TNI AL di Desa Selimo, Kurima, Kab. Jayawijaya, Irian Jaya. Jatuh menyebabkan 10 orang tewas termasuk Korbannya Pangdam VIII Trikora Mayjen TNI Tonny Rompis.

3. 20 Desember 2001, Kecelakaan Pesawat Hercules TNI AU A 1329 TNI AU di Lhokseumawe, Aceh Seluruh penumpang selamat meski luka-luka.

selengkapnya silakan akses di
http://maubaca.com/serba-serbi/249-daftar-kecelakaan-pesawat-milik-tni-kurun-waktu-tahun-1991-2009.html


--
”Dikemiskinan kami perlu pencerahan-pencerahan”

U're my inspirations
"HAMBIN BASAMAAN" (pikul bersama-sama)

وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Erwan susandi
(YM=iwan230675@yahoo.com/erwansusandi@yahoo.com)
-*--*--*--*--*--*--*--*--*-

Kelimutu berubah warna?

http://m.kompas.com/news/read/data/2009.05.21.18293627


ENDE, KOMPAS.com - Air Danau "Triwarna" Kelimutu, di Kabupaten Ende, Flores,
Nusa Tenggara Timur berubah warna. Perubahan warna itu terjadi pada kawah
Tiwu Ata Polo dan Tiwu Nua Muri Koo Fai. Tiwu Ata Polo yang biasanya
berwarna cokelat tua kehitaman kini telah berubah warna menjadi hijau tua,
sedangkan Tiwu Nua Muri Koo Fai dari hijau muda berubah menjadi hijau
kebiru-biruan. Sementara satu danau yang lain, Tiwu Ata Mbupu warnanya masih
seperti biasa, hijau tua kehitaman.

Menurut Koordinator Teknis Balai Taman Nasional (BTN) Kelimutu Dwi
Sutantohadi, Kamis (21/5), perubahan warna danau itu telah terjadi sejak
Desember lalu.

"Kejadian seperti ini merupakan fenomena alam, jadi jangan dikaitkan dengan
hal-hal mistik. Perubahan warna danau karena proses unsur kimia tanah yang
merupakan bagian dari aktivitas gunung api," kata Dwi.

Dwi menegaskan hal itu karena ada kecenderungan fenomena alam seperti ini
bagi sebagian masyarakat Ende-Lio diyakini sebagai tanda atau peringatan
alam yang harus diperhatikan, misal akan terjadi bencana atau juga dikaitkan
dengan suksesi kepemimpinan seperti pemilihan presiden Juli nanti.

Pasalnya pada Mei 1997 terjadi perubahan warna, Tiwu Ata Polo dari
sebelumnya cokelat maupun hijau tua menjadi merah hati, Tiwu Ata Mbupu dari
cokelat tua dan hitam berubah menjadi hijau kecokelatan, sedangkan Tiwu Nua
Muri Koo Fai dari biru, maupun hijau muda berubah menjadi putih telur asin.
Kejadian itu lalu dikait-kaitkan sebagai tanda perubahan besar kejadian
tahun 1998 lengsernya Presiden Soeharto.

--
pendapat saya:
sebelum hujan akan ada angin yang membawa awan air.

”Dikemiskinan kami perlu pencerahan-pencerahan”

U're my inspirations
"HAMBIN BASAMAAN" (pikul bersama-sama)

وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Erwan susandi
(YM=iwan230675@yahoo.com/erwansusandi@yahoo.com)
-*--*--*--*--*--*--*--*--*-

20090521

RENCANA PENGGUNAAN DANA CSR HANYALAH KEBIJAKAN SESAAT
 
 
(http://www.dpd.go.id/dpd.go.id/press_release.php?c=152    04-02-2008)
 
 
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) PRA Arief Natadiningrat memperihatikan rencana Pemerintah menggunakan dana corporate social responsibility (CSR) badan usaha milik negara (BUMN) Rp 1,3 triliun untuk stabilitas harga kebutuhan pokok.

Pemerintah seharusnya membenahi permasalah mendasar sektor pertanian, distribusi bahan pokok, mengendalikan harga, serta pola konsumsi masyarakat bukan menggunakan dana CSR BUMN.
 
Ia berpendapat, rencana menggunakan dana CSR BUMN Rp 1,3 triliun hanyalah kebijakan sesaat yang tidak menyelesaikan permasalahan mendasar penyebab instabilitas harga bahan pokok. “Saya menduga Pemerintah panik setelah melambungnya harga bahan pokok.”
 
Kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumpulkan 21 BUMN. Presiden meminta perusahaan pelat merah ini ikut menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN) Sofyan Djalil mengatakan, Pemerintah akan menyisihkan Rp 1,3 triliun dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk stabilisasi harga bahan pangan pokok.
 
Dana CSR atau Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) digunakan untuk program jangka pendek (crash program) seperti intervensi pasar murah, bazar, dan membantu modal usaha kecil, termasuk pelatihan untuk memberikan kesempatan kerja.
 
Menurut Arief, karena Menteri Perdagangan (Mendag) dan Menteri Pertanian (Mentan) kurang mengantisipasi pergerakan harga bahan pokok maka instabilitas harga kebutuhan pokok pun terjadi. Padahal, dana CSR untuk memberdayakan masyarakat sekitar seperti untuk pengusaha kecil dan kegiatan masyarakat di sekitar BUMN sebagai PKBL.
 
Seharusnya, Pemerintah mengambil langkah-langkah konkrit baik jangka pendek maupun jangka panjang yang bertumpu pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). “Jangan mengambil hak rakyat kecil, karena CSR itu hak mereka,” ujar Arief, yang juga Wakil Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) I DPD ini.
 
Menurutnya, sebagai salah satu penerapan prinsip good corporate governance (GCG), CSR berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada publik atau masyarakat sekitar yang tidak bisa dialihkan penggunaannya begitu saja. Kalaupun Pemerintah bersikukuh melaksanakan rencana tersebut, maka penggunaan dana CSR untuk stabilitas harga bahan pokok harus mengacu pada ketentuan PKBL dan diberikan untuk daerah yang menjadi lokasi BUMN tersebut beroperasi.
 
Jawa Barat, misalnya, sebagai provinsi yang menyumbang besar dividen BUMN harus mendapat secara proporsional dana CSR untuk stabilitas harga bahan pokok. “Dana itu jangan lari keluar Jawa Barat, karena masih banyak masyarakat miskin di sekitar lokasi BUMN yang memerlukan bantuan,” ujar anggota DPD asal Jawa Barat ini, yang akan meminta penjelasan detil Meneg BUMN tentang pelaksanaan rencana ini agar betul-betul tepat sasaran.
 
Hampir semua perusahaan telah memiliki unit khusus yang bertugas memberdayakan masyarakat sekitar yang sering disebut community development center. BUMN juga memiliki unit khusus yang bernama PKBL yang sebelumnya populer dengan sebutan Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK).

Ekonomi Kapitalis vs Ekonomi Kerakyatan (tamat)

(Bag...3)
Pertimbangannya, kenaikan sekian prosen produksi oleh UKM hasilnya dapat dinikmati oleh sejumlah besar pengusaha kecil, sedangkan kenaikan yang sama oleh konglomerat hasilnya hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang kaya saja. Dengan demikian akan terbentuk pemerataan pendapatan yang lebih baik, dan gap antara yang kaya dan yang miskin akan lebih menyempit. Cara yang relatif sama dengan proses yang berbeda akan diterapkan pula terhadap buruh, tani, dan nelayan.

Agar penyebaran distribusi pendapatan ini dapat terlakasana dengan baik, maka perlu ada aturan2 main yang jelas, yang melarang pemilik modal raksasa (konglomerat) merampas hajat hidup UKM. Misalnya konglomerasi, yaitu suatu jaringan business yang menguasai proses produksi dari hulu sampai hilir, termasuk juga penguasaan bahan baku dan keuangannya, dilarang oleh UU demi hak masyarakat luas untuk mendapatkan penghasilan yang layak. Perlu dicatat disini, bahwa yang dilarang adalah konglomerasi, bukan melarang orang menjadi kaya atau menjadi pengusaha yang memiliki perusahaan besar. Dalam sistem Ekonomi Sosialis /Kerakyatan ini, sama sekali tidak ada larangan orang menjadi kaya, asalkan kekayaannya tsb diperoleh secara halal dan tidak melanggar UU.

Seseorang yang kaya raya yang memiliki uang berlimpah-limpah, boleh saja memiliki saham di banyak perusahaan, tetapi tidak boleh menjadi penguasa di lebih dari 3 perusahaan misalnya. Di perusahaan ke 1 - 3 dia boleh menjadi pengurus (Direksi atau Komisaris atau sejenisnya), tapi di perusahaan ke 4 dia hanya boleh menjadi pemegang saham minoritas yang tidak mempunyai hak suara significant. Tujuannya agar dia tidak bisa mengatur perusahaan ke 4 dst mengikuti kebutuhan perusahaan ke 1 - 3. Kalau dia masih mempunyai hak suara significant di perusahaan ke 4 dst, berarti dia masih mempunyai jaringan konglomerasi dan bisa memegang monopoli terselubung. Aturan seperti ini harus dijalankan dengan ketat dengan sanksi hukum yang berat, untuk menghindarkan perusahaan Ali-Baba seperti masa lalu. Aturan ini relatif harus lebih ketat terhadap investor asing.

Sistem Ekonomi Sosialis / Kerakyatan seperti ini, dalam versi yang sedikit berbeda pernah diterapkan pada jaman Orde Lama di bawah Bung Karno, yang kita kenal sebagai Ekonomi Terpimpin. Sayangnya dengan berbagai hambatan ekonomi dan politis saat itu, sistem ini gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sistem ini juga dipakai di Singapore, Taiwan, Perancis, dsb, di mana ciri yang menonjol dari sistem ini antara lain tidak ada perusahaan raksasa, yang dapat dilihat dari jumlah pegawainya. Perusahaan dengan 100 pegawai sudah dianggap besar. Di Perancis misalnya, keluarga Al Fayed sah-sah saja memiliki mal super raksasa "La Fayette" yang luasnya beberapa kali lapangan sepak bola dan hotel "Ritz" yang super mewah (tolong dikoreksi kalau salah).

PENUTUP.

Tulisan ini bukan untuk mendukung atau menjatuhkan salah satu Capres / Cawapres, tetapi sekedar memberikan informasi yang objektif bagi pembaca, agar kesalah pahaman yang tidak pada tempatnya dapat dihindarkan. Mudah2an, setelah membaca tulisan ini tidak ada lagi yang beranggapan bahwa :
1. Seorang yang kaya raya adalah konglomerat yang tidak sepantasnya berbicara tentang Ekonomi Kerakyatan.
2. Seorang pengusaha pomp bensin adalah seorang kapitalis, yang tidak mungkin menerapkan Ekonomi Kerakyatan.
3. Orang kaya yang akan menerapkan Ekonomi Kerakyatan harus mau membagi-bagikan kekayaannya kepada rakyat.
4. Kalau ingin berbicara tentang Ekonomi Kerakyatan, jangan menguasai sendiri business yang menguntungkan, harus mau berbagi kepada rakyat.
5. Dan kesalah pahaman lain yang bersumber dari pemahaman yang keliru tentang Ekonomi Sosialis / Kerakyatan maupun Ekonomi Kapitalis / Liberal.

Apakah pasangan Capres / Cawapres yang konon akan mengusung Ekonomi Kerakyatan akan menerapkannya dengan benar, itu urusan Capres / Cawapres ybs. Atau sebaliknya, pasangan Capres / Cawapres lain yang secara tersirat mengusung sistem Ekonomi Kapitalis / Liberal tetapi berjanji akan menerapkan Ekonomi Kerakyatan, sampai di mana kebenarannya adalah tanggung jawab Capres / Cawapres ybs. Kita sebagai rakyat hanya punya hak untuk memilih yang mana sekiranya yang menurut kita bisa dipercaya kalau kelak terpilih menjadi Presiden / Wapres, agar kehidupan kita "Esok Hari" lebih baik dari "Hari Ini".

Sekian,
Hidup Indonesia.

JT

--
(tamat)

Ekonomi Kapitalis vs Ekonomi Kerakyatan (2)

(Bag...2)
Dengan demikian, jika beberapa konglomerat yang ada di Indonesia misalnya bergabung dalam suatu konsorsium, maka mereka akan dapat mengusai perekonomian Indonesia (akan tercipta Oligopoly). Oleh karena itu dapat dimaklumi jika beberapa tahun yll berkembang isu, bahwa 70% perekonomian Indonesia dikuasai orang Tionghoa, karena mayoritas dari konglomerat tsb adalah orang Tionghoa, walaupun sebenarnya tidak seperti itu.

Di atas kertas teori ini tidak salah, tapi sama sekali tidak menyentuh rasa keadilan terhadap sesama manusia. Apalagi di dalam negara yang hukumnya masih sangat lemah. Dalam hal ini buruh hanya dianggap sebagai alat produksi, dan fungsinya disamakan dengan mesin2. Amat sangat tidak adil jika buruh yang bekerja berat sepanjang hari dan sepanjang tahun, hanya mendapat upah minimum kurang dari Rp. 1 juta / bulan, yang untuk membiayai kebutuhan fisik minimum (KFM - sekedar bisa makan, bukan hidup layak) pun tidak cukup. Sedangkan pemilik perusahaan menggaji dirinya sendiri ratusan juta rupiah / bulan. Disini bukan berarti buruh harus digaji sama dengan majikan, tapi setidak tidaknya buruh berhak mendapatkan upah yang wajar, yang cukup untuk membiayai kehidupan yang layak, termasuk untuk masa depan anak2nya.

Selain itu, juga amat sangat diragukan kejujuran perusahaan atas penggunaan laba yang diperolehnya. Apakah benar pemilik hanya akan mengambil secukupnya untuk kebutuhan hidup yang layak, dan sisanya akan ditanam kembali untuk ekspansi perusahaan? Dalam pengertian tsb terkandung asumsi bahwa market perusahaan tsb selalu terbuka lebar. Dengan demikian, perusahaan yang tidak menanamkan kembali labanya akan berdalih bahwa market sudah jenuh, sudah tidak mampu lagi menyerap hasil produksi perusahaan tsb. Perusahaan juga dengan mudah menghindari kenaikan upah buruh, dengan alasan biaya produksi yang naik terus sehingga laba bertambah tipis.

Kebijakan ekonomi seperti ini pernah diterapkan di Indonesia sejak tahun 1966 sejalan dengan dimulainya rejim Orde Baru. Apakah hasilnya bagi rakyat? Selama 32 tahun rakyat dinina bobokan dengan jargon2 pembangunan yang sebenarnya tidak menyentuh kehidupan rakyat jelata yang paling mendasar yaitu sandang - pangan - papan, dan tidak sebanding dengan utang yang ditinggalkan penguasa yang harus ditanggung oleh rakyat. Memang ada sekelompok masyarakat yang diuntungkan, yaitu mereka yang bisa dekat dengan kekuasaaan dan bisa memanfaatkan berbagai macam fasilitas yang tersedia. Tapi jumlahnya hanya sedikit dan tidak merata.

EKONOMI SOSIALIS / KERAKYATAN

Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah istilah lain dan versi lain dari sistem Ekonomi Sosialis, yang ingin diterapkan dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Dalam sistem Ekonomi Sosialis ini yang ingin ditekankan adalah peningkatan kehidupan masyarakat lapisan bawah, meliputi buruh, tani, nelayan, dan UKM. Peningkatan ini dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, antara lain menciptakan lapangan kerja baru, membuka lahan pertanian / perkebunan baru, menggali potensi yang ada, atau menaikkan upah buruh sampai cukup untuk kehidupan yang layak, termasuk untuk pendidikan dan masa depan anak2nya.

Jika buruh mendapat upah beberapa kali liipat upah minimum yang sekarang diterima, maka otomatis daya belinya akan meningkat, dan dapat dipastikan tambahan ini akan dibelanjakan seluruhnya di dalam negeri untuk membeli barang2 buatan lokal, sehingga tidak mempengaruhi devisa negara. Sebagian dari upah tsb, melalui berbagai saluran distribusi akhirnya akan kembali ke produsen dalam bentuk hasil penjualan dan profit. Naiknya daya beli masyarakat ini akan mendorong kenaikan market di dalam negeri, dan akhirnya akan memberi kesempatan kepada produsen untuk mengembangkan usahanya.

Tambahan laba yang diterima produsen ini akan mengcover berkurangnya laba yang dapat diterima produsen karena naiknya upah buruh. Agar semua dapat berjalan lancar, harus ada aturan yang jelas untuk membatasi import barang2 yang sudah dapat dibuat di dalam negeri. Tentu saja, kenaikan upah buruh ini harus dilakukan secara bertahap, misalnya dalam waktu sekian tahun, UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) harus naik menjadi sekian kali lipat. Dengan naiknya upah buruh, maka harga jual pertanian, khususnya beras dapat dinaikkan pula, sehingga petani dan juga nelayan akan mendapatkan peningkatan penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik melalui kenaikan harga maupun melalui naiknya volume kebutuhan pangan yang lebih bergizi.

Selama ini, kenaikan harga jual pertanian akan menimbulkan masalah bagi kaum urban kota, sebaliknya harga jual pertanian yang rendah akan menimbulkan masalah bagi petani. Naiknya upah buruh dan naiknya pendapatan petani, otomatis akan meningkatkan daya beli dan mendorong meningkatnya market dari UKM, sehingga UKM juga akan berkembang. Dalam pengertian UKM disini utamanya adalah home industri, yang konsumen utamanya adalah kalangan marginal. Dengan berkembangnya daya beli masyarakat marginal melalui kenaikan pendapatan ini, baik yang diterima buruh, petani, maupun UKM, akhirnya akan kembali ke produsen sejalan dengan meningkatnya market barang dan jasa di dalam negeri yang diciptakan produsen.

Dalam sistem Ekonomi Kerakyatan ini yang diutamakan adalah rakyat kecil, yaitu buruh, tani, nelayan, dan UKM. Dalam sistem ini, khususnya dalam bidang produksi, yang ingin didorong maju adalah UKM yang tersebar di seluruh Indonesia.
(bersambung bag...3)

Ekonomi Kapitalis vs Ekonomi Kerakyatan (1)

----- Original Message -----
From: jt2x00
To: tionghoa-net@yahoogroups.com
Sent: Thursday, May 21, 2009 11:39 AM
Subject: [t-net] Ekonomi Kapitalis vs Ekonomi Kerakyatan


Ekonomi Kapitalis vs Ekonomi Kerakyatan

Tampaknya perdebatan dan sikap sinis sebagian orang terhadap paham Ekonomi Kerakyatan, tidak didukung oleh pemahaman yang memadai tentang Ekonomi Kerakyatan itu sendiri. Sebaliknya, dukungan terhadap pihak lain yang mendukung Ekonomi Kapitalis / Liberal juga tidak ditunjang oleh pemahaman yang memadai. Kalau dibiarkan, perdebatan seperti ini ibarat memperebutkan pepesan kosong, di mana kedua belah pihak tidak tahu sebenarnya apa isi dari pepesan yang diperebutkan tsb.

Ekonomi Kapitalis dan Ekonomi Kerakyatan mencakup pengertian yang sangat luas, yang untuk menjelaskannya secara lengkap, harus disusun dalam suatu text book yang mungkin tidak akan kurang dari 1.000 halaman. Selain itu pihak yang ingin memahami Ekonomi Kapitalis maupum Ekonomi Kerakyatan, seyogyanya perlu dilandasi oleh pengetahuan dasar tentang Ilmu Ekonomi (Economics Science), khususnya Ekonomi Makro (macro economics) dan Ekonomi Pembangunan (economics development), karena pembahasan keduanya akan berputar seputar kedua macam ilmu ekonomi tsb.

Ekonomi Kapitalis maupum Ekonomi Kerakyatan adalah sistem ekonomi yang lajim dipergunakan untuk mengatur perekonomian suatu negara. Secara umum tujuan keduanya relatif sama, yaitu untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, atau istilah politisnya untuk mencapai Sosialisme. Perbedaannya adalah dalam cara dan proses untuk mencapai tingkat kemakmuran tsb, di mana secara prinsip, keduanya satu sama lain saling bertentangan.

Walaupun dalam prosesnya sistem yang satu mengandalkan orang kaya dan sistem yang lain mengutamakan orang miskin, tetapi bukan jaminan bahwa orang kaya dan pengusaha mustahil mendukung sistem Ekonomi Kerakyatan, atau sebaliknya sistem Ekonomi Kapitalis hanya akan didukung oleh orang kaya dan pengusaha saja. Keduanya hanya sistem yang masing-masing akan didukung dan dipercaya oleh sebagian orang yang pernah mempelajari, memahami, dan meyakini kebenarannya, baik orang kaya / pengusaha ataupun bukan / orang miskin.

Sampai sejauh ini tulisan tentang Ekonomi Kapitalis dan Ekonomi Kerakyatan umumnya terlalu menekankan pada filosofi dasar yang cukup berat bagi konsumsi orang awam yang tidak pernah mempelajari ilmu ekonomi secara khusus. Tulisan ini ingin menyajikan pengertian tentang Ekonomi Kapitalis dan Ekonomi Kerakyatan dari salah satu sudut pandang, agar mudah dipahami oleh orang awam, dan tidak terlalu menekankan pada landasan teori. Tentu saja tulisan ini jauh dari sempurna dan terlalu jauh dari kesan ilmiah. Kritik dan saran dari siapapun akan diterima dengan senang hati.

EKONOMI KAPITALIS / LIBERAL.

Menurut pemikiran para pendukung sistem Ekonomi Kapitalis, singkatnya, pemerintah harus seminim mungkin memungut pajak dari perusahaan. Upah buruh juga jangan terlalu besar, secukupnya saja untuk menutupi biaya hidupnya. Perusahaan juga harus diberi berbagai fasilitas kemudahan agar dapat berkembang pesat dalam waktu singkat. Dengan demikian, perusahaan akan mendapat untung yang besar, yang setelah terkumpul sampai jumlah tertentu, dapat digunakan untuk membangun perusahaan baru. Singkatnya laba tsb untuk kesinambungan investasi.

Kalau banyak perusahaan baru, berarti akan terbuka lapangan kerja baru, untuk menampung peningkatan angkatan kerja sehubungan dengan pertumbuhan penduduk yang setiap tahun meningkat terus. Dengan demikian tingkat pengangguran akan dapat ditekan. Kalau tingkat pengangguran rendah, berarti rakyat sejahtera dan negara makmur. Selanjutnya upah buruh akan dinaikkan secara bertahap sampai ke tingkat yang wajar, setelah pengangguran di negara tsb teratasi.

Oleh karena itu, kebijakan ekonomi negara yang menganut Sistem Ekonomi Kapitalis, mengutamakan investasi besar2an, baik yang berasal dari modal domestik maupun modal asing. Konsekwensinya, sektor perbankan juga dalam menunjang kebijakan Ekonomi Kapitalis tsb, cenderung memberikan kredit kepada perusahan2 besar saja dan kurang berminat pada kredit mini dan mikro. Alasan yang dikemukakan umumnya standard: sulit berurusan dengan masyarakat lapisan bawah yang relatif berpendidikan rendah, dan profit dari kredit mini & mikro juga relatif kecil, bahkan tidak bisa menutup biaya operasional bank tsb.

Ekonomi Liberal adalah pengembangan lebih lanjut dari sistem Ekonomi Kapitalis, yang intinya menuntut pemerintah agar tidak turut campur dalam urusan business, alasannya akan mematikan kreatifitas yang dikembangkan oleh dunia usaha, sehingga akan menghambat efisiensi usaha dan pencapaian laba serta pembukaan lapangan kerja baru. Neo Liberal adalah bentuk paling akhir dari sistem Ekonomi Liberal, sehubungan dengan gagasan globalisasi yang berkembang pesat pada dekade terakhir ini.

Ciri yang paling mudah dikenali dari sistem Ekonomi Kapitalis / Liberal ini adalah adanya Konglomerasi, yang menguasi business tertentu dari hulu sampai hilir, serta memiliki bank untuk mengelola dan membiayai keuangan perusahaannya.
(bersambung bag...2)

20090520

Tiap Tahun Utang Terus Bertambah

[Forum-Pembaca-KOMPAS] Wah, Tiap Tahun Utang Terus Bertambah
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/05/14/09321122/wah.tiap.tahun.utang.terus.bertambah



JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah membenarkan penambahan utang setiap tahun. Bukan saja dalam empat tahun terakhir, tapi juga dari tahun-tahun sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, selama empat tahun terakhir jumlah utang yang dipikul pemerintah bertambah 8,61 miliar dollar AS. Tapi, jumlah penambahan tersebut jauh lebih rendah dibanding empat tahun sebelumnya. Selama 2001 hingga 2004, ada penambahan utang 17,81 miliar dollar AS.

Jika dikonversi dalam dollar Amerika Serikat, posisi utang selama empat tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono mencapai 149,47 miliar dollar AS. "Akhir 2004, posisi utang pemerintah mencapai 139,86 miliar dollar AS. Ada penambahan 8,61 miliar dollar AS," kata Sri Mulyani. Padahal, posisi utang pemerintah tahun 2001 hanya 121,95 miliar dollar AS.

Menurut Sri Mulyani, masih banyak yang traumatis melihat utang pemerintah yang bengkak akibat krisis 1998. Tapi, sekarang "Pemerintah telah berkomitmen mengelola utang dengan baik," katanya. (Martina Prianti/Kontan)

Artis yang terpilih menjadi anggota DPR pada Pemilihan Umum legislatif 2009

Artis yang terpilih menjadi anggota DPR pada Pemilihan
Umum legislatif 2009 dengan masa jabatan selama 5 tahun hingga 2014,
beberapa merupakan wajah-wajah baru yang akan duduk di kursi DPR :

1. Jamal Mirdad (Partai Gerindra, Dapil Jateng I)
2. Angelina Sondakh (Demokrat, Jateng VI)
3. Tantowi Yahya (Golkar, Sumsel II)
4. Miing Bagito alias TB Dedi Suwendi Gumelar (PDI-P, Banten I)
5. Rachel Mariam Sayidina (Gerindra, jabar II)
6. Rieke Diah Pitaloka (PDI-P, Jabar II)
7. Tere alias Theresia EE Pardede (Demokrat, Jabar II)
8. Ingrid Maria Palupi Kansil (Demokrat, Jabar IV)
9. Nurul Arifin (Golkar, Jabar VII)
10. Tetty Kadi Bawono (Golkar, Jabar VIII)
11. Komar alias Nurul Qomar (Demokrat, Jabar VIII)

12. Primus Yustisio (PAN, Jabar IX)
13. M Guruh Irianto Sukarno Putra (PDI-P, Jatim I)
14. CP Samiadji "Adji" Massaid (Demokrat, Jatim II)
15. Venna Melinda (Demokrat, Jatim VI)
16. Eko "Patrio" Hendro Purnomo (PAN, Jatim VIII).

20090519

Video(3gp) kerusakan yang di akibatkan Pertamina Tanjung Tabalong



Inikah yang dikatakan baik? Terserah anda yang menilai.

PERTAMINA Unit Bisnis Tanjung, Limbah Matikan Ikan & Kebun Karet




Adalah LangsaT(Langkah Menuju Sejahtera Tabalong), FKPMT, FAJAR & koran Mercu Benua datang kelokasi limbah yang mematikan karet beserta lainya. Pada beberapa hari yang lalu masyarakat sekitar "menangkapi"(menangkap) ikan di tempat tersebut. Ikan yang mabuk dari limbah pertamina tanjung yang bertempat di murung pudak(BS 4). Dengan kedalaman air lebih dari 2 meter ini, bercampur endapan lumpur yang belum diketahui pasti kandunganya sehingga mematikan karet masyarakat disekitarnya.
Entah sudah atau belum terjadi pengagantian kerusakan oleh pertamina atau belum ini tidak diketahui pasti. Karena apa ujar salah satu masyarakat yang tidak mau disebut namanya berbicara "tolong jangan sampai ketahuan wartawan dan lsm" menirukan suara/kata-kata salah satu orang pertamina.
Namun entah harus bagaimana sekarang sudah disaksikan mata oleh lsm LangsaT, FKPMT,FAJAR dan koran Mercu Benua.
Kelas eksen dari temuan tersebut akan di tindak lanjuti setelah di konsultasikan kepada pakar hukum dan lingkungan di jakarta kebetulan teman dari salah satu ketua LSM tersebut.
Apa alibi pertamina tentang masalah ini belum di tanyakan, karena sekarang lagi mengumpulkan data-data dan hasil laboratorium yang di ambil simplenya pada hari selasa tanggal 19 mei tahun ini(2009)..

20090517

Utang Kita Rp 106 Juta Per Kepala? (tamat)

(sambungan...3/tamat)
Secara ekonomi,
pemberian hutang yang mensyarakatkan diadopsinya kebijakan neo liberal telah
menjadi jalan bagi negara donor untuk mengekploitasi kekayaan alam negara
yang diberikan utang.
Sebagai catatan, menjelang akhir tahun 2008 —memasuki akhir masa
kepemimpinan SBY-JK— utang Indonesia sudah mencapai 2.335,8 miliar dolar.
Konsekuensinya, cicilan utang yang harus dibayar Indonesia tahun 2009 adalah
sebesar 22 miliar dolar, sama dengan Rp 250 triliun. Cicilan utang
Pemerintah 9 miliar dolar dan cicilan utang swasta 13 miliar dolar. Di
antara utang Pemerintah itu, uang luar negeri yang jatuh tempo pada 2009
senilai Rp 59 triliun (Kompas, 24/11/2008). Di satu sisi pemerintah tidak
memiliki kemampuan untuk membiayai APBN secara layak dan terjebak utang,
dipihak lain swasta dan investor asing justru menikmati pendapatan tinggi
dari sektor-sektor ekonomi yang seharusnya dimiliki bersama oleh masyarakat.
Sehubungan dengan itu, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
Menyerukan kepada pemerintah Indonesia agar berhenti berhutang, dan
memutuskan segala bentuk hubungan dengan ADB dan lembaga-lembaga donor
lainnya. Sebab, hutang yang selama ini diberikan oleh lembaga donor itu,
disamping haram karena menggunakan riba, juga telah menjadi alat penjajahan
negara-negara Kafir imperialis baik secara politik maupun ekonomi.
Menyerukan kepada pemerintah agar menghentikan segala bentuk kebijakan
neo-liberal di Indonesia seperti privatisasi, pengurangan subsidi, perbankan
ribawi dan pasar saham. Sebab, disamping diharamkan dalam Islam kebijakan
ini telah menjadi pangkal krisis ekonomi yang melanda dunia, termasuk
Indonesia.
Menyerukan kepada pemerintah untuk mengambil-alih kembali sumber-sumber
kekayaan alam yang selama ini diserahkan kepada asing atas nama privatisasi.
Sebab di dalam Islam kekayaan alam berupa barang tambang yang jumlah
melimpah seperti tambang emas, minyak, gas, batu bara dan lainnya adalah
milik umum yang menjadi milik rakyat, dan tidak boleh diberikan kepada
swasta (apalagi asing). Kepemilikan umum ini seharusnya dikelola dengan baik
oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kemashlahatan rakyat.
Sudah saatnya, sebagai negeri Muslim terbesar di dunia dan dengan penduduk
mayoritas Muslim, Indonesia menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam
naungan Khilafah. Khilafahlah jalan baru bagi Indonesia dan dunia yang akan
membebaskan umat manusia dari segala kezaliman dan penjajahan. Inilah
satu-satunya sistem yang diridhai oleh Allah, yang akan mengantarkan umat
manusia hidup sejahtera di dunia dan akhirat.

Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: Ismaily@telkom.net
Gedung Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia
Crown Palace Jl. Prof. Soepomo No 231, Jakarta Selatan 12790
Telp / Fax : (62-21) 83787370 Fax. (62-21) 83787372
Website : http://www.hizbut-tahrir.or.id
_______________________________________________
Dosen mailing list
Dosen@itb.ac.id
http://mx1.itb.ac.id/mailman/listinfo/dosen



Utang Kita Rp 106 Juta Per Kepala? (bag...3)

(sambungan...2)
Padahal penguasaan kekayaan milik rakyat oleh swasta, apalagi pihak asing,
telah diharamkan secara syar’i. Rasulullah saw. bersabda:
«الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ
فِي الْكَلإَِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ»
Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: padang
gembalaan, air dan api (HR Abu Dawud, Ibn Majah dan Ahmad).
Sebagai kepala negara, dulu Rasulullah saw. juga pernah menarik kepemilikan
atas tambang garam—yang memiliki cadangan dalam jumlah besar—dari
sahabat Abyadh bin Hummal (HR at-Tirmidzi). Ini merupakan dalil bahwa negara
wajib mengelola secara langsung tambang-tambang yang menguasai hajat hidup
orang banyak dan tidak menyerahkan penguasaannya kepada pihak lain (swasta
atau asing). Lalu hasilnya digunakan untuk kepentingan rakyat seperti
pembiayaan pendidikan dan kesehatan gratis; bisa juga dalam bentuk harga
minyak dan listrik yang murah.
Hanya dengan dua cara ini saja, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang
didambakan akan terwujud. Syaratnya, penguasa negeri ini, dengan dukungan
semua komponen umat, harus berani menerapkan syariah Islam untuk mengatur
semua aspek kehidupan masyarakat, khususnya dalam pengelolaan ekonomi.
Penerapan syariah Islam secara total dalam semua aspek kehidupan ini tentu
tidak akan pernah bisa diwujudkan kecuali di dalam institusi Khilafah
Islamiyah. Inilah jalan baru untuk Indonesia yang lebih baik, bukan
terus-menerus mempertahankan kapitalisme-sekularisme, tergantung kepada IMF,
Bank Dunia, ABD, dan sejenisnya yang ternyata menjadi alat penjajahan. []

Pernyataan Hizbut Tahrir Indonesia: ADB dan Lembaga Donor Lainnya Alat
Penjajahan dan Terbukti Melangengkan Penjajahan Atas Indonesia
Nomor: 159/PU/E/05/09 Jakarta, 06 Mei 2009 M/11 Jumadil Awwal 1430 H.
Sidang Tahunan Asia Development Bank (ADB) di Nusa Dua Bali resmi ditutup,
Selasa (5/5) dengan kesepahaman untuk membantu negara berkembang menghadapi
krisis ekonomi. Pidato penutupan dilakukan oleh Presiden ADB, Hurihuko
Kuroda melalui rapat pleno. Dalam pernyataannya, Kuroda berharap ADB bisa
menjadi solusi masalah krisis saat ini dengan mempertahankan pertumbuhan
ekonomi jangka panjang dan menurunkan kemiskinan di berbagai negara anggota
ADB. ADB akan menggalang lembaga donor sebagai bentuk komitmen untuk
mengurangi kemiskinan.
ADB tentu saja tidak bisa diharapkan untuk menyelesaikan krisis ekonomi saat
ini. Sebab kebijakan yang ditempuh ADB selama ini dan solusi yang ditawarkan
ke depan tetap mengacu kebijakan neo-liberal seperti privatisasi,
pengurangan subsidi, memperkuat perbankan ribawi dan mengembangkan pasar
modal serta mengandalkan utang. Padahal kebijkan neo-liberal inilah yang
menjadi penyebab kemiskinan dan penderitaan rakyat di dunia ketiga.
Menurut Asian People Movement Againts ADB (27/04), kebijakan liberalisasi
sektor energi menjadi salah satu contoh skandal terbesar utang ADB di
Indonesia yang menyebabkan krisis. Bersama Bank Dunia dan USAID, ADB
memberikan pinjaman untuk melakukan “reformasi sektor energi” di
Indonesia dengan mensponsori pembuatan UU Migas dan juga ikut menyediakan
analisis kebijakan harga energi dan penghapusan subsidi serta menyediakan
analisis teknis tentang dampak ekonomi makro dan mikro atas kebijakan energi
tersebut. Akibatnya, di negara yang kaya sumber energi ini, rakyat berulang
kali mengalami kelangkaan energi karena kebijakan ekspor.
Selama empat puluh dua tahun rakyat telah menyaksikan dukungan ADB bagi
sektor swasta dan nasihatnya tentang kebijakan pasar bebas telah menyebabkan
dampak yang buruk pada pelayanan sosial, kehidupan, kedaulatan pangan serta
lingkungan. Bersama-sama dengan Bank Dunia, ADB telah menjadi penggerak
utama privatisasi layanan sosial di kawasan Asia Pasifik. ADB terlibat dalam
praktek privatisasi air di Indonesia, India, Pakistan, Korea Selatan, Nepal
dan Srilanka. ADB Juga mendanai privatisasi listrik dalam proyeknya di
Filipina, Bangladesh, Pakistan, Thailand, Indonesia, India dan banyak tempat
lainnya.
Tidak hanya itu kebijakan hutang yang dijalankan ADB selama ini telah
menjerat dunia ketiga termasuk Indonesia. Pemberian hutang alih-alih bisa
mensejahterakan rakyat, yang terjadi malah sebaliknya. Kebijakan hutang
dijadikan alat politik dan ekonomi negara-negara donor untuk mengokohkan
penjajahannya di Indonesia. Secara politik , negara-negara yang diberi utang
menjadi tidak mandiri dan dikontrol oleh negara donor.


(bersambung...)

Utang Kita Rp 106 Juta Per Kepala? (bag...2)

(sambungan...1)
2. Aspek politis.
Abdurrahaman al-Maliki (1963), dalam Kitab As-Siyâsah al-Iqtishâdiyah
al-Mutslâ/Politik Ekonomi Ideal, hlm. 200-2007), mengungkap lima bahaya
besar utang luar negeri. Pertama: membahayakan eksistensi negara. Pasalnya,
utang adalah metode baru negara-negara kapitalis untuk menjajah suatu
negara. Tidak bisa dipungkiri, dulu Inggris tidak menjajah Mesir, Prancis
tidak menjajah Tunisia, negara-negara Barat tidak meluaskan penguasaannya
atas Khilafah Utsmaniah pada akhir masa kekuasaannya melainkan dengan jalan
utang. Akibat utang yang menumpuk, Khilafah Utsmaniyah yang begitu disegani
dan ditakuti oleh Eropa selama lima abad akhirnya menjadi negara yang lemah
dan tak berdaya.
Kedua: sebelum utang diberikan, negara-negara pemberi utang biasanya
mengirimkan pakar-pakar ekonominya untuk memata-matai rahasia
kekuatan/kelemahan ekonomi negara tersebut dengan dalih bantuan konsultan
teknis atau konsultan ekonomi. Saat ini di Indonesia, misalnya, sejumlah
pakar dan tim pengawas dari IMF telah ditempatkan pada hampir semua lembaga
pemerintah yang terkait dengan isi perjanjian Letter of Intent (LoI) (Roem
Topatimasang, Hutang Itu Hutang, hlm. 9). Ini jelas berbahaya.
Ketiga: membuat negara pengutang tetap miskin karena terus-menerus terjerat
utang yang makin menumpuk dari waktu ke waktu. Kenyataan ini sudah sejak
lama diakui. Pada tanggal 12 Juli 1962, William Douglas, misalnya, salah
seorang hakim Mahkamah Agung Amerika, menyampaikan pidato pada pertemuan
Massoni (Freemansory) di Seattle. Dia menjelaskan, “Banyak negara yang
kondisinya terus bertambah buruk akibat bantuan Amerika yang mereka
terima.” (Al-Maliki, ibid., hlm. 202-203).
Dalam konteks Indonesia, jujur harus diakui, sejak pemerintahan Soekarno
hingga SBY, pengelolaan negeri ini melalui hutang luar negeri tidak pernah
bisa memakmurkan rakyat. Dengan mengikuti standar Bank Dunia, yakni
pendapatan perhari sekitar 2 dolar AS (Rp 20 ribu/hari) maka ada ratusan
juta penduduk miskin di Indonesia saat ini. Ironisnya, mereka juga saat ini
menanggung utang Rp 106 juta perkepala.
Keempat: utang luar negeri pada dasarnya merupakan senjata politik
negara-negara kapitalis kafir Barat terhadap negara-negara lain, yang
kebanyakan merupakan negeri-negeri Muslim. Dokumen-dokumen resmi AS telah
mengungkapkan bahwa tujuan bantuan luar negeri AS adalah untuk mengamankan
kepentingan AS sendiri. Dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indonesia
2004-2008, misalnya, disebutkan bahwa lembaga bantuan Amerika Serikat ini
bersama Bank Dunia aktif dalam proyek privatisasi di Indonesia. Bank
Pembangunan Asia (ADB) dalam News Release yang berjudul, Project
Information: State-Owned Enterprise Governance and Privatization Program,
tanggal 4 Desember 2001, juga memberikan pinjaman US$ 400 juta untuk program
privatisasi (penjualan) BUMN di Indonesia.
Sejahtera Tanpa Utang
Sebetulnya banyak cara agar negeri ini bisa makmur dan sejahtera tanpa harus
terjerat utang. Namun, dalam ruang yang terbatas ini, paling tidak ada dua
cara yang bisa ditempuh. Pertama: penguasa negeri ini harus memiliki kemauan
dan keberanian untuk berhenti berutang. Utang jangan lagi dimasukkan sebagai
sumber pendapatan dalam APBN. Penguasa negeri ini juga harus berani
menjadwal kembali pembayaran utang. Anggaran yang ada seharusnya difokuskan
pada pemenuhan berbagai kebutuahan rakyat di dalam negeri. Cicilan utang
harus ditanggguhkan jika memang menimbulkan dharar (bahaya) di dalam negeri.
Bahkan bunganya tidak boleh dibayar karena termasuk riba, sementara riba
termasuk dosa besar. Allah SWT berfirman:
]وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا[
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba (QS al-Baqarah [2]:
275).
Kedua: penguasa negeri ini harus berani mengambil-alih kembali sumber-sumber
kekayaan alam yang selama ini terlanjur diserahkan kepada pihak asing atas
nama program privatisasi. Sebab, jujur harus diakui, bahwa pada saat
Pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk membiayai APBN secara layak dan
terjebak utang, swasta dan investor asing justru menikmati pendapatan tinggi
dari sektor-sektor ekonomi yang seharusnya dimiliki bersama oleh masyarakat.
Misal: perusahaan Exxon Mobil, yang menguasai sejumlah tambang migas di
Indonesia, pada tahun 2007 memiliki penghasilan lebih dari 3 kali lipat APBN
Indonesia 2009. Keuntungan bersih Exxon Mobil naik dari 40,6 miliar dolar
pada tahun 2007 menjadi 45,2 miliar dolar tahun 2008 (Investorguide.com,
Exxon Mobil Company Profile). Ini baru di sektor migas.
Di sektor pertambangan, ada PT Freeport, yang menguasai tambang emas di bumi
Papua. Tambang emas di bumi Papua setiap tahun menghasilkan uang sebesar Rp
40 triliun. Sayang, kekayaan tersebut 90%-nya dinikmati perusahaan asing (PT
Freeport) yang sudah lebih dari 40 tahun menguasai tambang ini. Pemerintah
Indonesia hanya mendapatkan royalti dan pajak yang tak seberapa dari
penghasilan PT Freeport yang luar biasa itu (Jatam.org, 30/3/07).
Selain itu, masih banyak sektor lain yang selama ini juga dikuasai asing.


(bersambung...)

Utang Kita Rp 106 Juta Per Kepala? (bag...1)

---------- Forwarded message ----------
From: Mohammad Andri Budiman
Date: Sat, 16 May 2009 09:46:15 +0000
Subject: Benarkah Utang Kita Rp 106 Juta Per Kepala?
To:

Rekan-rekan yth,

Sila informasi ini diteliti kembali. Bila benar miris juga -- semoga keluarga besar koruptor dan pihak berkuasa yang wanprestasi terhadap amanah berada di gugus terdepan untuk menggantinya sesuai dengan kerusakan yang mereka perbuat. Terima kasih.

Salam
Andri


-----Original Message-----
From: Basuki Suhardiman

Date: Sat, 16 May 2009 16:25:07
To:
Subject: [Itb] utang kita....106 juta perkepala?! (fwd)

Date: Sat, 16 May 2009 14:09:39 +0700
From: Suryadi Siregar

Dari milist tetangga. 106 juta perkepala...seram..
Salam
Suryadi
_______________________________________________________
ADB, HUTANG, DAN PENJAJAHAN INDONESIA
Saat pembukaan Sidang Tahunan ke-42 Bank Pembangunan Asia (ADB) di Nusa Dua
Bali, Senin (4/5), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyerukan pemulihan
ekonomi dunia dengan melakukan langkah inovatif (baru) dan tegas. Langkah
itu antara lain mendorong lembaga keuangan Internasional menerbitkan produk
pembiayaan baru yang disesuaikan dengan kebutuhan di setiap negara (Kompas,
5/5).
Indonesia, sejak bergabung dengan ADB tahun 1966, telah menerima 297
pinjaman senilai 23,5 miliar dolar AS dan 498 proyek bantuan teknis sebesar
276,6 juta doalar AS. Pada periode 2000-2007, rata-rata pinjaman tahunan ADB
untuk Indonesia tak kurang dari 700 juta dolar AS. Bahkan pada tahun 2008
ADB mengelontorkan utang sebesar 1,085 miliar dolar AS (Republika, 4/5).
Agenda Sidang Tahunan ADB sejatinya melahirkan satu pertanyaan: Apakah
Indonesia bisa sejahtera dengan terus menumpuk utang? Jelas tidak!

Rp 106 Juta Perkepala!
“Tak ada negara yang menjadi sejahtera karena utang,” ujar Gantam
Bangyopadhyay dari Nadi Ghati Morcha, yang bekerja untuk masyarakat adat di
Chhattisgarh, India. Namun, inilah fakta Indonesia. Penguasanya tidak pernah
belajar dari pengalaman. Berutang sudah menjadi bagian dari budaya. Pada
akhir pemerintahan Presiden Soekarno tahun 1966, utang luar negeri Indonesia
2,437 miliar dolar AS. Jumlah ini meningkat 27 kali lipat pada akhir
pemerintahan Presiden Soeharto Mei 1998, dengan nilai 67,329 miliar dolar.
Pada akhir tahun 2003 utang itu menjadi 77,930 miliar dolar AS. Menjelang
akhir tahun 2008—memasuki akhir masa kepemimpinan SBY-JK—utang Indonesia
sudah mencapai 2.335,8 miliar dolar. Selain karena penambahan utang baru,
hal itu terjadi sebagai dampak langsung dari terpuruknya nilai tukar rupiah
terhadap tiga mata asing utama: Yen Jepang, Dolar AS dan Euro. Padahal bulan
Juni 2008 utang luar negeri Indonesia masih 1,780 miliar dolar. (Kompas,
24/11/2008).

Konsekuensinya, cicilan utang yang harus dibayar Indonesia tahun 2009 adalah
sebesar 22 miliar dolar, sama dengan Rp 250 triliun. Cicilan utang
Pemerintah 9 miliar dolar dan cicilan utang swasta 13 miliar dolar. Di
antara utang Pemerintah itu, uang luar negeri yang jatuh tempo pada 2009
senilai Rp 59 triliun (Kompas, 24/11/2008).

Cicilan tahun 2009 sebesar itu, kalau kita bagi dengan jumlah penduduk
Indonesia (± 230 juta jiwa), sama dengan Rp 1.086.000/jiwa. Jumlah ini
masih lebih besar dibandingkan dengan UMR DKI Jakarta sebesar Rp 1.069.865.
Kemudian, andai Indonesia mau melunasi seluruh utangnya, maka penduduk
negeri ini masing-masing harus membayar Rp 106 juta perkepala!

Bahaya Utang
Beberapa bahaya yang tampak dari kebijakan Pemerintah Indonesia dengan terus
menumpuk utang luar negeri bisa dilihat dari dua aspek: ekonomi dan politik.
1. Aspek ekonomi.
Pertama: cicilan bunga utang yang makin mencekik. Apalagi ADB menolak untuk
menurunkan bunga pinjaman (saat ini sekitar 1% pertahun dengan masa tenggang
8 tahun dan 1,5% setelah masa tenggang berakhir).
Kedua: hilangnya kemandirian ekonomi. Sejak ekonomi Indonesia berada dalam
pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan reformasi
ekonomi—program penyesuaian struktural—yang didasarkan pada
Kapitalisme-Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi: (1) campur-tangan
Pemerintah harus dihilangkan; (2) penyerahan perekonomian Indonesia kepada
swasta (swastanisasi) seluas-luasnya; (3) liberalisasi seluruh kegiatan
ekonomi dengan menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi; (4)
memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang
lebih besar (Sritua Arief, 2001).
Di bawah kontrol IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan
pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan
pelayanan publik, meningkatkan penerimaan sektor pajak dan penjualan
aset-aset negara dengan cara memprivatisasi BUMN.
Pada tahun 1998 saja Pemerintah telah menjual 14% saham PT Semen Gresik
kepada perusahaan asing, Cemex; 9,62% saham PT Telkom; 51% saham PT Pelindo
II kepada investor Hongkong; dan 49% saham PT Pelindo III kepada investor
Australia. Tahun 2001 Pemerintah lagi-lagi menjual 9,2% saham Kimia Farma,
19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo dan 11,9% saham PT Telkom.
Pada tahun 2007, Wapres Jusuf Kalla mengemukakan bahwa dari 135 BUMN yang
dimiliki Pemerintah, jumlahnya akan diciutkan menjadi 69 di tahun 2009, dan
25 BUMN pada tahun 2015 (Antara, 19/2/2007). Artinya, sebagian besar BUMN
itu bakal dijual ke pihak swata/asing.

(bersambung...)

DISKUSI TERBUKA: LET�S CSR ON CAMPUS �CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI STRATEGI PERUSAHAAN MENGHADAPI KRISIS GLOBAL

Situs resmi Ditjen Pendidikan Tinggi : http://www.dikti.go.id
Direktorat Ketenagaan Ditjen Dikti : http://ditnaga-dikti.org
admin@dikti.org
?
DISKUSI TERBUKA: LET�S CSR ON CAMPUS �CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI STRATEGI PERUSAHAAN MENGHADAPI KRISIS GLOBAL�
(Submitted by mahmudisiwi on Sun, 03/29/2009 - 13:05)
Penggunaan istilah Tanggungjawab Sosial Perusahan atau Corporate Social Responsibility (CSR) akhir-akhir ini semakin populer dengan semakin meningkatnya praktek tanggung jawab sosial perusahaan, dan diskusi-diskusi global, regional dan nasional. CSR saat ini juga tengah menjadi inovasi bagi hubungan dengan masyarakat (dalam arti luas) sekitarnya di berbagai negara, salah satunya Indonesia. Konsep CSR dikenal sejak tahun 1970an sebagai kumpulan kebijakan yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen badan usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan.
Menurut World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) (Hardinsyah, 2007), CSR adalah komitmen untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan; berkerja dengan para karyawan dan keluarganya, masyarakat setempat dan masyarakat secara luas dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. Vasin, Heyn & Company (2004) dalam Hardinsyah (2007) merumuskan definisi CSR sebagai kesanggupan untuk berkelakuan dengan cara-cara yang sesuai azas ekonomi, sosial dan lingkungan dengan tetap mengindahkan kepentingan langsung dari stakeholder. Sedangkan A+ CSR Indonesia mendefinisikan CSR sebagai upaya sungguh-sungguh dari perusahaan untuk meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif operasinya dalam ranah ekonomi, sosial, dan lingkungan, terhadap seluruh pemangku kepentingannya, untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Dunia saat ini sedang menghadapi krisis global, tidak hanya bersumber pada krisis ekonomi yang semakin hari semakin terasa dampaknya, tapi juga terjadinya krisis lingkungan, sosial, pangan, dan energi. Namun ditengah berbagai terpaan krisis global tersebut, tentu penerapan CSR sebagai sebuah standar beroperasinya perusahaan dapat menjadi salah satu jalan atau upaya untuk turut mengurangi dampak dari krisis tersebut.
CSR sebagai salah satu strategi perusahaan yang mengintegrasikan implementasi triple bottom line (people-planet-profit) menuju bisnis dan pembangunan berkelanjutan. John Elkington (1997) merumuskan Triple Bottom Line (TBL) atau tiga fokus utama perusaaan dalam beroperasi, yaitu manusia dan masyarakat, ekonomi dan lingkungan atau juga terkenal dengan sebutan people, profit and planet (3P). Masyarakat tergantung pada ekonomi, dan ekonomi tergantung pada masyarakat dan lingkungan, bahkan ekosistem global. Ketiga komponen TBL ini tidaklah stabil, melainkan dinamis tergantung kondisi dan tekanan sosial, politik, ekonomi dan lingkungan, serta kemungkinan konflik kepentingan.
Oleh karena itu Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEMA IPB akan menyelenggarakan diskusi terbuka dengan tema �Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai Strategi Perusahaan Menghadapi Krisis Global�.
Dalam diskusi terbuka ini akan disampaikan para pembicara utama untuk mengangkat 4 (empat) pokok bahasan yang merupakan gagasan dalam praktek CSR sebagai strategi perusahaan menghadapi krisis global untuk pembangunan berkelanjutan, yaitu:
1.Peran Perguruan Tinggi dalam Mempersiapkan SDM di bidang CSR (Prof. Dr. Hardinsyah, Dekan FEMA IPB)
2.Peluang dan Tantangan Penerapan CSR di Indonesia (Jalal, Direktur A+ CSR Indonesia)
3.CSR sebagai Strategi Perusahaan dan Perannya dalam Mengatasi Masalah Kemiskinan (Suwandi, Vice President CSR PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk)
4.CSR sebagai Strategi Perusahaan dan Perannya dalam Mengatasi Krisis Ekologi (Kuky Permana, Direktur SDM PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk)
Kegiatan diskusi Terbuka: Let�s CSR on Campus akan diselenggarakan pada hari Sabtu tanggal 18 April 2009, bertempat di Auditorium Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Darmaga � Bogor.
Kegiatan diskusi Let�s CSR on Campus terbuka untuk umum, peserta yang terdiri dari mahasiswa, staf dosen, tamu undangan (rekan, kolega dan mitra) FEMA IPB dan kalangan media. Bagi mahasiswa untuk pendaftaran dapat mengunjungi stand pendaftaran di koridor Faperta dan FEMA IPB. Pendaftaran tanggal 30 Maret 2009 � 10 April 2009 tidak dikenakan biaya (GRATIS). Pendataran setelah tanggal 10 April 2009 dikenakan biaya Rp 5.000,-.
Untuk informasi lebih lanjut bisa berkunjung ke http://fema.ipb.ac.id dan http://fema.ipb.ac.id/bem.

20090516

CSR, Antara Tuntutan dan Kebutuhan(2)

(sambungan 2)
III. Analisis
Isu CSR dapat disimpulkan sebagai parameter kedekatan era kebangkitan masyarakt (civil society). Maka dari itu, sudah seharusnya CSR tidak hanya bergerak dalam aspek philantropy maupun level strategi, melainkan harus merambat naik naik ke itngkat kebijakan (policy) yg lebih makro dan riil. Dunia usaha harus dapat mencontoh perusahaan2 yg telah terlebih dahulu melaksanakn program CSR sbgi salah satu policy dari manjemen perusahaan. PT. Bogasari, misalnya memiliki program CSR yg terintegrasi dengan strategi perusahaan, melalui pendampingan para pelaku usah mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis terigu. Seperti yg telah kita ketahui, jika mereka adalah konsumen utama dari produk perusahaan ini. Demikian juga dengan PT. Unilever yg memiliki program CSR berupa pendampingan terhadap petani kedelai. Bagi kepentingan petani, adanya program CSR ini berperan dalam meningkatkan kualitas produksi, sekaligus menjamin kelancaran distribusi. Sedangkan bagi Unilever sendiri, hal ini akan menjamin pasokan bahan baku utk setiap produksi mereka yg berbasis kedelai, sperti kecap Bango, yg telah menjadi salah satu andalan produknya. Ada kalanya program CSR perusahaan tidak mesti harus berada pada tingkat produsen dan pengembangan produk, tetapi dapat mencakup aspek2 lain, semisal pendidikan dan pelatihan, serta konservasi. Poin yg pertama, akhir2 ini seakan2 sedang menjadi tren di dunia usaha. Banyak perusahaan yg memilih program CSR di bidang edukasi. Program seperti ini kebanyakn memfokuskan pada edukasi bagi generasi mendatang, pengembangan kewirausahaan, pendidikan finansial, maupun pelatihan2. PT. Astra International Tbk, misalny, telah membentuk Politeknik Manufaktur Astra, yg menelan dana puluhan milyar. Selain itu, ada juga program dari HM Sampoerna utk mengembangkan pendidikan melalui Smapoerna Foundation, utk program ini, Sampoerna sendiri telah mengucurkan dana tak kurang dari 47 milliar. Nah, jelas sudah jika CSR sangat bermanfaat untuk masyarakat dan dapat meningkatkan image perusahaan. Jadi, semestinya dunia usaha tidak memandang CSR sebgai suatu tuntutan represif dari masyarakat, melainkan sebagai kebutuhan dunia usaha.
~Broken Hearted~
~Buah Tangan di masa lampau~

CSR, Antara Tuntutan dan Kebutuhan(1)

CSR, Antara Tuntutan dan Kebutuhan

March 10, 2007 at 4:49 am (Pasar Modal, Ekonomi, dan Bisnis)
Seperti yang telah saya janjikan kemarin pada artikel mengenai Spiritual Bisnis, saya akan menyajikan sedikit penjelasan mengenai CSR. Berikut adalah artikelnya

I. Latar Belakang
Akhir-akhir ini kerapkali terjadi kecelakaan dan musibah yg disebabkan oleh kalangan industri, sehingga menimbulkan stigma industrial di kalangan masyarakat. Sebagai contoh adalah mengenai kasus lumpur panas Porong,-memang hal ini lebih dikarenakan faktor teknis dan human error- yang telah menjadi trigger untuk kembali menyerukan tanggung jawab kalangan pebisnis terhadap lingkungan sekitranya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan perlunya kesadaran terhadap CSR ( Corporate Social Responsibility ) demi tercapainya sebuah keseimbangan dunia usaha antara pelaku dan masyarakt sekitar.
Semenjak keruntuhan rezim diktatoriat Orde Baru, masyarakt semaikn berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutanny terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakt telah semakin kritis dan mampu melakukan filterisasi terhadap dunia usaha yg tengah berkembang di tengah masyarakt ini. Hal ini menuntut para pelaku bisnis utk menjalankan usahany dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut utk memperoleh capital gain atau profit dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta utk memberikan kontribusi-baik materiil maupun spirituil- kepada masyarakat dan pemerintah.

II. Masalah
CSR yg seharusnya telah terintegrasi dalam hierarki perusahaan sbg strategi dan policy manejemenny, tetap masih dipandang sebelah mata oleh kebanykan pelaku bisnis di Indoneisa. Esensi dan signifikansi dari CSR masih belum dapat terbaca sepenuuhnya oleh pelaku bisnis, sehingga CSR sendiri baru sekedar wacana dan implementasi atas tuntutan masyarakat. Hal ini otomatis akan mengurangi implementasi dari CSR itu sendiri.
CSR pada dasarnya memuiliki kerinduan yg sama; ingin menjalankan bisnis dengan lebih bermartabat, dgn konsekuensi akan mengurangi profit. Pengusaha seharusnya menjalankan bisnis tidak semata untuk profitability melainkan lebih dari itu, sustainability. Nah, `kesadaran utk menjalankan bisnis bukan sekedar utk mencari profit semata, masih minim dimiliki oleh sebagian pelalku bisnis di Indonesia. Padahl, justru faktor kesinambungan tadi yg sangat menetukan masa depan sebuah usaha. Ambil contoh, jika Anda seorang pengelola usaha, maka Anda punya pilihan untuk mendapatkan keuntungan 30% dan 10%. Agar mendapatkan keuntugn 30%, Anda harus rajin tuk melobi para pejabat, menjilat para atasan, mengelabui mitra usaha, dan mengesampingkan social responsibilty. Tetapi, risikonya bisnis Anda paling banter hanya mampu bertahan selama 5 tahun, karena banyaknya masalah yg timbul dari praktik usaha semacam itu. Namun, jika Anda memilih keuntungan yg lebih sedikit, 10% tetapi dengan memperhatikan etika bisnis serta mempunyai social responsibility yg besar, bisnis Anda notabene akan dapat berjalan dengan baik. Peluang untuk hidup dan berkompetisi dalam jangka panjang pun akan lebih terjamin. Toh, masayarakt kita bukanlah masyarakt yg masih dapat dibodohi oleh sisi eksternal perusahaan, masyarakt ini lebih kritis dan peka terhadap kinerja dan kontribusi perusahaan terhadap dunia luar.Masalahnya semakin rumit ketika tetap saja para pelaku dan investor berpijak pada stereotipe bahwa CSR tidak profitable, tidak berdampak langsung terhadap peningkatan pendapatan perusahaan. Mereka cenderung ingin yang instan, langsung mendapat profit besar, tanpa peduli terhadap masalah2 eksternal perusahaan. Selain itu, investor juga terlalu menginginkan realisasi investasi mereka utk sektor riil-dalam artian benar2 berdampak langsung terhadp peningkatan pendapatan-. Padahal, CSR memiliki dimensi yg jauh lebih rumit dan kompleks dari sekedar analisis rug-laba. Pengenalan terhadaap budaya setempat atau analisis terhadap need assesment semestinya menjadi hal krusial yg mesti dilakukan. Poin inilah yg terkadang menyebabkan crash kepentingan, sehingga dunia usaha terkadang merasa program CSR bukanlah kompetisi mereka. Paradigma mengenai kontribusi pajak perusahaan terhadap negara semakin menambah runyam masalah ini. Ada beberapa kalangan yg menilai jika masalah sosial hanya merupakan tanggungjawab negara saja, dunia usaha cukup membayar pajak utk memberikan kontribusi terhadap masyarakt. Pemikiran ini sudah tidak relevan, justru perusahaan yg akan memenagkan kompetisi global adalah perusahaan yg memiliki kemampuan public relation yg baik, salah satunya dapat dicapai dgn mencangkn program CSR yg terintegrasi sebgai standar kebijakan dan strategi bisnis mereka. Lagipula, dengan adanya anggapan bahwa dunia usaha merupakan bagian yg terintegrasi dalam masyarakt, sudah sepatutnya jika dunia usaha berkewajiban utk membantu menyelesaikan masalah sosial yg ada dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, semestinya dunia usaha tidak mengganggap CSR sebagai kewajiban yg memaksa, sebagai refleksi dari tuntutan masyarakat terhadap dunia usaha yg jika tidak dilakukan akan berdampak adanya anarkisme, vandalisme, maupun bentuk2 kegiatan represif dari masyarakat. Sebalikny, dunia usaha harus menjadikan program CSR sebagai kebutuhan, yg jika tidak dilakukan akan mempengaruhi kinerja perusahaan.

III. Analisis
Isu CSR dapat disimpulkan sebagai parameter kedekatan era kebangkitan masyarakt (civil society). Maka dari itu....
(bersambung bag 2)

20090515

Tambang adaro dibiarkan jadi danau

Ekonomi Politik Pengelolaan SDA di Hutan Pegunungan MERATUS (2)

(Sambungan... Bag.1)
..........
Sungguh sangat disayangkan, kita tidak mengadopsi kebijakan negara para ”Tuan Investor” (Australia) yang pembagian hasilnya 90% bagi negara bagian penghasil dan 10% untuk pemerintah pusat. Saya tidak bermaksud menyarankan negara ini menjadi negara federal, sebab DPRD disumpah diatas AL Qur’an 30 juz....
”Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Melalui KP yang diterbitkan oleh para Bupati telah ”nekontribusi” bagi lahirnya penguaha kaya baru di Kalimantan Selatan. Namun, kita telah melupakan atau mungkin ”pura-pura lupa” amanah UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang mengamanahkan para perusahaan pertambangan untuk membuat jalan sendiri. Rakyat telah marasakan secara langsung berupa kerusakan jalan daerah, propinsi, dan nasional. Saat ini Gubernur dan DPRD telah berupaya keras ”melobi” Pemerintah Pusat untuk mengucurkan dananya (APBN) untuk memperbaiki jalan nasional yang telah rusak parah. Ini dapat diartikan bahwa secara ”ekonomi” kita telah dirugikan. Ada sebuah wacana untuk mengurangi dampak kerusakan jalansebagai kepentingan publik (rakyat), maka diperlukan jalan alternatif untuk mengangkuthasil tamabang. Pembuatan rel kereta api di anggap lebih ”ramah lingkungan” dibandingkan dengan membuat jalan baru untuk angkutan mobil. Resiko pembuatan rel kereta api bagi hutan Pegunungan Meratus jauh lebih kecil dibandingkan membuat akses jalan angkutan mobil, sebab akses jalan angkutan mobil dapat menimbulkan hilangnya kayu di Pegunungan Meratus oleh para maling kayu (illegal logging). Kereta api hanya memerlukan ruas jalan + 10 meter dan dapat terpantau untuk tidak memungkinkan mengangkut kayu hutan Pegunungan Meratus. SDA berupa batu bara dan biji besi sangat bersentuhan secara langsung dengan hutan Pegunungtan Meratus. Saat ini, PT. Adaro Indonesia, dan PT. Arutmin Indonesia berupaya untuk mendapatkan ijin kepada Menteri kehutanan untuk ”menjelajahi” hutan Pegynungan Meratus, padahal kawasan tersebut merupakan hutan lindung yang semestinya ”diharamkan” untuk dibabat karena jantungnya daerah ini terletak dikawasan tersebut.
Sedangkan PT. Antang Gunung Meratus ”berupaya” mengalihfungsikan Hutan Tanaman Industri + 900 hektar di kaki Gunung Meratus Kabupaten Tapin/Hulu Sungai Selatan.
Saat ini, para ”Tuan Investor” telah mengirim biji besi asalan keluar negeri (Tanah Laut telah meng ekspor biji besi + 300.000 ton) ke negeri Cina. Padahal antarabiji besi asalan dengan setengah jadi (fellet) bebanding sekitar 1: 10 atau USD 30:USD 300/ton.
Kita menyambut baik keinginan PT. Krakatau Steel untuk mendirikan pabriknya di kalimantan Selatan. Kita berkeinginan untuk menjadi & rdquo; Tuan rumah di negeri sendiri & rdquo;. Kita berharap, keberadaan perusahaan tersebut mampu menyerap tenaga kerja yang besar bagi rakyat Kalimantan Selatan, terutama pada:
1. Kegiatan tambang
2. Pabrik pengolahan
3. Jalan
4. Pelabuhan
Namun demikian, eksploitasi terhadap biji besi harus ditata secara sungguh-sungguh mengingat SDA tersebut bersentuhan langsung dengan hutan Pegunungan Meratus. Disamping memberikan kontribusi positif bagi terciptanya lapangan kerja baru, keberadaan pabrik baja tersebut harus melalui ”AMDAL yang benar”, yaitu identifikasi dampak potensial: jalan menuju proyek, tipe dan fungsi ekosistem hutan Pegungan Meratus. Selain itu juga diperlukan penetapan batas ekologi, batas sosial, dan batas administrasi. Untuk itu, saya memberikan rekomendasi untuk ”keamanan” hutan Pegunungan Meratus dalam bentuk selain hal-hal yang saya sampaikan diatas, yaitu:
1. Pemerintah harus segera menuntaskan revisi terhadap UU nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok pertambangan yang lebih ramah terhadap pengelompokan isu-isu lingkungan, pengusutan isu lingkungan dan kesejahteraan rakyat atau keuntungan daerah penghasil tambang.
2. Perlunya revisi kewenangan yang diberikan kepada para Bupati atau Walikota untuk menerbitkan KP dialihkan wewenangannya kepada Gubernur untuk menghindari kemungkinan munculnya ”Raja-raja kecil” di kabupaten atau kota. Bupati atau Walikota diberi kewenangan untuk merekomendasikan penerbitan KP.
3. Perlunya perpanjangan tidak boleh menerbitkan KP bagi Gubernur, Bupati atau Walikota se-Kalimantan Selatan dari menteri ESDM jika [enataan ulang pertambangan tidak tuntas dalam merekomendasikan isu-isu kerusakan lingkungan (hutan Pegunungan Meratus).
4. Perusahaan tambang harus melakukan reklamasi terhadap lobang-lobang bekas galian tambang sebelum 2015, sebab waktu PKP2B mereka akan habis sekitar tahun 2020-an.
Allah SWT mengingatkan kita: Betapa banyak kerusakan dimuka bumi ini akibat olah tangan manusia. Kepada Allah saja kita berserah diri dan memohon pertolongannya. Amin.
http://www.ychi.org - ychi.org Powered by Mambo Generated: 16 December, 2008, 07:23

(tamat)

Ekonomi Politik Pengelolaan SDA di Hutan Pegunungan MERATUS

Ekonomi Politik Pengelolaan SDA di Hutan P MERATUS
(Wednesday, 16 August 2006) - Contributed by MMCM Team - Last Updated (Wednesday, 16 August 2006)

H. Syaifullah Tamliha, S.Pi (Anggota DPRD Kalimantan Selatan)
disampaikan dalam Seminar Interaktif “Pelestarian dan Pengelolaan Kawasan Pegunungan Meratus yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat" Oleh YCHI-Permada Kalsel-PIM Malaris-Dinas Kehutanan Kalsel-Pemko Banjarbaru-The Gibbon FundationAula Gawi Sabarataan, Banjarbaru, 22 April 2006 Penduduk dunia telah mencapai 6.503.937.655 jiwa. Data tersebut tercatat dalam World Population Clocks pada hari jum’at 17 Maret 2006 pukul 07:44 GMT (WITA+8). Cina merupakan penduduk terbesar dunia dengan jumlah penduduk 1.306.313.812 jiwa per Juli 2005. Urutan kedua adalah India sebesar 1.080.264.388 jiwa per Juli 2005.
Sedangkan Indonesia dicatat berpenduduk 241.973.879 jiwa per Juli 2005 dengan perbandingan jenis kelamin laki-laki dan perempuan 1:1. Secara teoritis ”movement penduduk” akan berdampak pada degradasi lingkungan, sebab kerusakan lingkungan berasal dari kebutuhan energi yang dibutuhkan oleh penduduk dari berbagai Negara. Pada negara berkembang energi utama adalah Biomas berupa tumbuan dan hewan. Sedangkan Negara maju energy utamanya adalah bahanbakar fosil (BBM/Gas) dan energi listrik berupa PLTA dan PLTN (Biomas mulai ditinggalkan). Sumber energi utama terdapat diberbagai Negara, termasuk Indonesia ”wabil khususan” Kalimantan Selatan. Kita bersyukur sumber daya alam (SDA) di Kalimantan Selatan tersedia berlimpah ruah dan beraneka ragam. Saat ini, setelah minyak bumi yang habis Terkuras, Kalimantan selatan merupakan ”penyetor” terbesar di Indonesia dari SDA batu bara, dengan dominasi terbesar oleh ”investor?” melalui PT. Adaro Indonesia, PT. Arutmin Indonesia, dan PT. Bahari Cakrawala Sebuku (CBS). Potensi batu bara sebagai SDA yang tidak pulih di Kalimantan Selatan diperkirakan + 3 milyar ton. SDA lainnya adalah biji besi dengan perkiraan deposit sebesar + 12 juta ton. Smentara SDA yang ”masih” bisa pulih adalah kayu yang sementara ini sudah hampir habis terkuras di Kalimantan Selatan.
Dampak yang muncul dari otonomi daerah dengan segala dekonsentrasi kebijakan yang diberikan kewenangan kepada pemerintah daerah (Kepala Daerah dan DPRD) telah banyak mengubah Tata ruang di Kalimantan Selatan.
Bupati/Walikota dan Gubernur di beri kewenangan untuk menerbitkan Kuasa Pertambangan (KP). Akibatnya, ratusan KP telah terbit yang didominasi oleh KP dari Bupati. Celakanya, penerbitan KP olrh Bupati sebagian besar tidak ditembuskan kepada Gubernur dan Menteri ESDM, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi tumpang tindih KP, seperti yang terjadi pada PKP2B PT. Borneo Indo Bara di Kabupaten tanah Bumbu ”telah terbit” 37 buah KP di atas lahan yang sama yang diterbitkan oleh Bupati setempat. Otonomi daerah telah menimbulkan keinginan dari pemerintah daerah untuki meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akibatnya SDA yang terbiasanya terkuras untuk meningkatkan PAD tersebut adalah sector pertambangan sebagai energi yang dibutuhkan oleh berbagai negara dan kepentingan domestic. Meski demikian Kalimantan Selatan sampai saat ini tidak memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang perijinan pertambangan yang sangat diperlukan. Pada sisi lain, pabrik pengolah kayu dari ”kelas kakap” sampai dengan ”kelas teri” telah kekurangan bahan baku kayu. Akibatnya ”semoga dapat dihindari”akan terjadi PHK + 30.000 karyawan pada perusahaan pengelola kayu. Sebuah angka fantastis terjadinya ancaman pengangguran di Kalimantan Selatan.
Selain itu, pengusaha kecil atau menengah dari industri mebel atau furnitue kesulitan memperoleh bahan bakuakibat penertiban ”illegal logging”. Karena SDA tersebut (kayu dan bahan tambang) merupakan ancaman serius bagi & rdquo; keperawanan” hutan di Meratus, maka kita harus mengantisipasi secara dini. Pada hakekatnya kegiatan tambang terdiri atas 3 (tiga) hal yang berurutan:
1. Membabat hutan
2. Menggunduli hutan
3. Penggalian lobang-lobang besar
Sampai saat ini, kita tidak mengetahui cara yang akan dilakukan oleh perusahaan tambang yang beroperasi di Kalimantan Selatan untuk menutup lobang-lobang besar yang menganga. Seharusnya sebelum mengakhiri kegiatan
tambang dengan menutup lobang-lobang besar dan cukup dalam. Kita tidak menginginkan perusahaan tambang di daerah ini pada saat PKP2B-nya berakhir, hanya melakukan ”statement” pengakhiran tambang.
Melalui perusahaan PKP2B kita besyukur telah pula memberikan kontribusi bagi PAD Kalimantan Selatan beserta Kabupaten/Kota melalui royalty 4,5% dari total 13,5% (4,5% untuk daerah juga termasuk membayar pajak 13,5% royalty tersebut) sisanya dibagi kepada daerah penghasil dan Kabupaten/Kota se- Kalimantan Selatan. Namun sangat disayangkan dan bahkan ”mengecewakan”, royalty tersebut tidak mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah ini. Masyarakat disekitar tambang lebih banyak mendapatkan ”hirupan udara yang berdebu” dan menunggu ”kiriman banjir” setip tahunnya. Hal ini ironis dengan para pemegang saham yang hanya ”ungkang-ungkang kaki” di Jakarta menjual saham yang perusahaannya berada di Kalimantan Selatan atau Kalimantan Timur 3,2 milyar USD setara dengan + Rp 27 Triliun atau setara dengan + 27 tahun APBD Kalimantan Selatan.
(bersambung....Bag 2).