20090515

Ekonomi Politik Pengelolaan SDA di Hutan Pegunungan MERATUS (2)

(Sambungan... Bag.1)
..........
Sungguh sangat disayangkan, kita tidak mengadopsi kebijakan negara para ”Tuan Investor” (Australia) yang pembagian hasilnya 90% bagi negara bagian penghasil dan 10% untuk pemerintah pusat. Saya tidak bermaksud menyarankan negara ini menjadi negara federal, sebab DPRD disumpah diatas AL Qur’an 30 juz....
”Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Melalui KP yang diterbitkan oleh para Bupati telah ”nekontribusi” bagi lahirnya penguaha kaya baru di Kalimantan Selatan. Namun, kita telah melupakan atau mungkin ”pura-pura lupa” amanah UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang mengamanahkan para perusahaan pertambangan untuk membuat jalan sendiri. Rakyat telah marasakan secara langsung berupa kerusakan jalan daerah, propinsi, dan nasional. Saat ini Gubernur dan DPRD telah berupaya keras ”melobi” Pemerintah Pusat untuk mengucurkan dananya (APBN) untuk memperbaiki jalan nasional yang telah rusak parah. Ini dapat diartikan bahwa secara ”ekonomi” kita telah dirugikan. Ada sebuah wacana untuk mengurangi dampak kerusakan jalansebagai kepentingan publik (rakyat), maka diperlukan jalan alternatif untuk mengangkuthasil tamabang. Pembuatan rel kereta api di anggap lebih ”ramah lingkungan” dibandingkan dengan membuat jalan baru untuk angkutan mobil. Resiko pembuatan rel kereta api bagi hutan Pegunungan Meratus jauh lebih kecil dibandingkan membuat akses jalan angkutan mobil, sebab akses jalan angkutan mobil dapat menimbulkan hilangnya kayu di Pegunungan Meratus oleh para maling kayu (illegal logging). Kereta api hanya memerlukan ruas jalan + 10 meter dan dapat terpantau untuk tidak memungkinkan mengangkut kayu hutan Pegunungan Meratus. SDA berupa batu bara dan biji besi sangat bersentuhan secara langsung dengan hutan Pegunungtan Meratus. Saat ini, PT. Adaro Indonesia, dan PT. Arutmin Indonesia berupaya untuk mendapatkan ijin kepada Menteri kehutanan untuk ”menjelajahi” hutan Pegynungan Meratus, padahal kawasan tersebut merupakan hutan lindung yang semestinya ”diharamkan” untuk dibabat karena jantungnya daerah ini terletak dikawasan tersebut.
Sedangkan PT. Antang Gunung Meratus ”berupaya” mengalihfungsikan Hutan Tanaman Industri + 900 hektar di kaki Gunung Meratus Kabupaten Tapin/Hulu Sungai Selatan.
Saat ini, para ”Tuan Investor” telah mengirim biji besi asalan keluar negeri (Tanah Laut telah meng ekspor biji besi + 300.000 ton) ke negeri Cina. Padahal antarabiji besi asalan dengan setengah jadi (fellet) bebanding sekitar 1: 10 atau USD 30:USD 300/ton.
Kita menyambut baik keinginan PT. Krakatau Steel untuk mendirikan pabriknya di kalimantan Selatan. Kita berkeinginan untuk menjadi & rdquo; Tuan rumah di negeri sendiri & rdquo;. Kita berharap, keberadaan perusahaan tersebut mampu menyerap tenaga kerja yang besar bagi rakyat Kalimantan Selatan, terutama pada:
1. Kegiatan tambang
2. Pabrik pengolahan
3. Jalan
4. Pelabuhan
Namun demikian, eksploitasi terhadap biji besi harus ditata secara sungguh-sungguh mengingat SDA tersebut bersentuhan langsung dengan hutan Pegunungan Meratus. Disamping memberikan kontribusi positif bagi terciptanya lapangan kerja baru, keberadaan pabrik baja tersebut harus melalui ”AMDAL yang benar”, yaitu identifikasi dampak potensial: jalan menuju proyek, tipe dan fungsi ekosistem hutan Pegungan Meratus. Selain itu juga diperlukan penetapan batas ekologi, batas sosial, dan batas administrasi. Untuk itu, saya memberikan rekomendasi untuk ”keamanan” hutan Pegunungan Meratus dalam bentuk selain hal-hal yang saya sampaikan diatas, yaitu:
1. Pemerintah harus segera menuntaskan revisi terhadap UU nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok pertambangan yang lebih ramah terhadap pengelompokan isu-isu lingkungan, pengusutan isu lingkungan dan kesejahteraan rakyat atau keuntungan daerah penghasil tambang.
2. Perlunya revisi kewenangan yang diberikan kepada para Bupati atau Walikota untuk menerbitkan KP dialihkan wewenangannya kepada Gubernur untuk menghindari kemungkinan munculnya ”Raja-raja kecil” di kabupaten atau kota. Bupati atau Walikota diberi kewenangan untuk merekomendasikan penerbitan KP.
3. Perlunya perpanjangan tidak boleh menerbitkan KP bagi Gubernur, Bupati atau Walikota se-Kalimantan Selatan dari menteri ESDM jika [enataan ulang pertambangan tidak tuntas dalam merekomendasikan isu-isu kerusakan lingkungan (hutan Pegunungan Meratus).
4. Perusahaan tambang harus melakukan reklamasi terhadap lobang-lobang bekas galian tambang sebelum 2015, sebab waktu PKP2B mereka akan habis sekitar tahun 2020-an.
Allah SWT mengingatkan kita: Betapa banyak kerusakan dimuka bumi ini akibat olah tangan manusia. Kepada Allah saja kita berserah diri dan memohon pertolongannya. Amin.
http://www.ychi.org - ychi.org Powered by Mambo Generated: 16 December, 2008, 07:23

(tamat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar