20090521

Ekonomi Kapitalis vs Ekonomi Kerakyatan (tamat)

(Bag...3)
Pertimbangannya, kenaikan sekian prosen produksi oleh UKM hasilnya dapat dinikmati oleh sejumlah besar pengusaha kecil, sedangkan kenaikan yang sama oleh konglomerat hasilnya hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang kaya saja. Dengan demikian akan terbentuk pemerataan pendapatan yang lebih baik, dan gap antara yang kaya dan yang miskin akan lebih menyempit. Cara yang relatif sama dengan proses yang berbeda akan diterapkan pula terhadap buruh, tani, dan nelayan.

Agar penyebaran distribusi pendapatan ini dapat terlakasana dengan baik, maka perlu ada aturan2 main yang jelas, yang melarang pemilik modal raksasa (konglomerat) merampas hajat hidup UKM. Misalnya konglomerasi, yaitu suatu jaringan business yang menguasai proses produksi dari hulu sampai hilir, termasuk juga penguasaan bahan baku dan keuangannya, dilarang oleh UU demi hak masyarakat luas untuk mendapatkan penghasilan yang layak. Perlu dicatat disini, bahwa yang dilarang adalah konglomerasi, bukan melarang orang menjadi kaya atau menjadi pengusaha yang memiliki perusahaan besar. Dalam sistem Ekonomi Sosialis /Kerakyatan ini, sama sekali tidak ada larangan orang menjadi kaya, asalkan kekayaannya tsb diperoleh secara halal dan tidak melanggar UU.

Seseorang yang kaya raya yang memiliki uang berlimpah-limpah, boleh saja memiliki saham di banyak perusahaan, tetapi tidak boleh menjadi penguasa di lebih dari 3 perusahaan misalnya. Di perusahaan ke 1 - 3 dia boleh menjadi pengurus (Direksi atau Komisaris atau sejenisnya), tapi di perusahaan ke 4 dia hanya boleh menjadi pemegang saham minoritas yang tidak mempunyai hak suara significant. Tujuannya agar dia tidak bisa mengatur perusahaan ke 4 dst mengikuti kebutuhan perusahaan ke 1 - 3. Kalau dia masih mempunyai hak suara significant di perusahaan ke 4 dst, berarti dia masih mempunyai jaringan konglomerasi dan bisa memegang monopoli terselubung. Aturan seperti ini harus dijalankan dengan ketat dengan sanksi hukum yang berat, untuk menghindarkan perusahaan Ali-Baba seperti masa lalu. Aturan ini relatif harus lebih ketat terhadap investor asing.

Sistem Ekonomi Sosialis / Kerakyatan seperti ini, dalam versi yang sedikit berbeda pernah diterapkan pada jaman Orde Lama di bawah Bung Karno, yang kita kenal sebagai Ekonomi Terpimpin. Sayangnya dengan berbagai hambatan ekonomi dan politis saat itu, sistem ini gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sistem ini juga dipakai di Singapore, Taiwan, Perancis, dsb, di mana ciri yang menonjol dari sistem ini antara lain tidak ada perusahaan raksasa, yang dapat dilihat dari jumlah pegawainya. Perusahaan dengan 100 pegawai sudah dianggap besar. Di Perancis misalnya, keluarga Al Fayed sah-sah saja memiliki mal super raksasa "La Fayette" yang luasnya beberapa kali lapangan sepak bola dan hotel "Ritz" yang super mewah (tolong dikoreksi kalau salah).

PENUTUP.

Tulisan ini bukan untuk mendukung atau menjatuhkan salah satu Capres / Cawapres, tetapi sekedar memberikan informasi yang objektif bagi pembaca, agar kesalah pahaman yang tidak pada tempatnya dapat dihindarkan. Mudah2an, setelah membaca tulisan ini tidak ada lagi yang beranggapan bahwa :
1. Seorang yang kaya raya adalah konglomerat yang tidak sepantasnya berbicara tentang Ekonomi Kerakyatan.
2. Seorang pengusaha pomp bensin adalah seorang kapitalis, yang tidak mungkin menerapkan Ekonomi Kerakyatan.
3. Orang kaya yang akan menerapkan Ekonomi Kerakyatan harus mau membagi-bagikan kekayaannya kepada rakyat.
4. Kalau ingin berbicara tentang Ekonomi Kerakyatan, jangan menguasai sendiri business yang menguntungkan, harus mau berbagi kepada rakyat.
5. Dan kesalah pahaman lain yang bersumber dari pemahaman yang keliru tentang Ekonomi Sosialis / Kerakyatan maupun Ekonomi Kapitalis / Liberal.

Apakah pasangan Capres / Cawapres yang konon akan mengusung Ekonomi Kerakyatan akan menerapkannya dengan benar, itu urusan Capres / Cawapres ybs. Atau sebaliknya, pasangan Capres / Cawapres lain yang secara tersirat mengusung sistem Ekonomi Kapitalis / Liberal tetapi berjanji akan menerapkan Ekonomi Kerakyatan, sampai di mana kebenarannya adalah tanggung jawab Capres / Cawapres ybs. Kita sebagai rakyat hanya punya hak untuk memilih yang mana sekiranya yang menurut kita bisa dipercaya kalau kelak terpilih menjadi Presiden / Wapres, agar kehidupan kita "Esok Hari" lebih baik dari "Hari Ini".

Sekian,
Hidup Indonesia.

JT

--
(tamat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar