(Bag...2)
Dengan demikian, jika beberapa konglomerat yang ada di Indonesia misalnya bergabung dalam suatu konsorsium, maka mereka akan dapat mengusai perekonomian Indonesia (akan tercipta Oligopoly). Oleh karena itu dapat dimaklumi jika beberapa tahun yll berkembang isu, bahwa 70% perekonomian Indonesia dikuasai orang Tionghoa, karena mayoritas dari konglomerat tsb adalah orang Tionghoa, walaupun sebenarnya tidak seperti itu.
Di atas kertas teori ini tidak salah, tapi sama sekali tidak menyentuh rasa keadilan terhadap sesama manusia. Apalagi di dalam negara yang hukumnya masih sangat lemah. Dalam hal ini buruh hanya dianggap sebagai alat produksi, dan fungsinya disamakan dengan mesin2. Amat sangat tidak adil jika buruh yang bekerja berat sepanjang hari dan sepanjang tahun, hanya mendapat upah minimum kurang dari Rp. 1 juta / bulan, yang untuk membiayai kebutuhan fisik minimum (KFM - sekedar bisa makan, bukan hidup layak) pun tidak cukup. Sedangkan pemilik perusahaan menggaji dirinya sendiri ratusan juta rupiah / bulan. Disini bukan berarti buruh harus digaji sama dengan majikan, tapi setidak tidaknya buruh berhak mendapatkan upah yang wajar, yang cukup untuk membiayai kehidupan yang layak, termasuk untuk masa depan anak2nya.
Selain itu, juga amat sangat diragukan kejujuran perusahaan atas penggunaan laba yang diperolehnya. Apakah benar pemilik hanya akan mengambil secukupnya untuk kebutuhan hidup yang layak, dan sisanya akan ditanam kembali untuk ekspansi perusahaan? Dalam pengertian tsb terkandung asumsi bahwa market perusahaan tsb selalu terbuka lebar. Dengan demikian, perusahaan yang tidak menanamkan kembali labanya akan berdalih bahwa market sudah jenuh, sudah tidak mampu lagi menyerap hasil produksi perusahaan tsb. Perusahaan juga dengan mudah menghindari kenaikan upah buruh, dengan alasan biaya produksi yang naik terus sehingga laba bertambah tipis.
Kebijakan ekonomi seperti ini pernah diterapkan di Indonesia sejak tahun 1966 sejalan dengan dimulainya rejim Orde Baru. Apakah hasilnya bagi rakyat? Selama 32 tahun rakyat dinina bobokan dengan jargon2 pembangunan yang sebenarnya tidak menyentuh kehidupan rakyat jelata yang paling mendasar yaitu sandang - pangan - papan, dan tidak sebanding dengan utang yang ditinggalkan penguasa yang harus ditanggung oleh rakyat. Memang ada sekelompok masyarakat yang diuntungkan, yaitu mereka yang bisa dekat dengan kekuasaaan dan bisa memanfaatkan berbagai macam fasilitas yang tersedia. Tapi jumlahnya hanya sedikit dan tidak merata.
EKONOMI SOSIALIS / KERAKYATAN
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah istilah lain dan versi lain dari sistem Ekonomi Sosialis, yang ingin diterapkan dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Dalam sistem Ekonomi Sosialis ini yang ingin ditekankan adalah peningkatan kehidupan masyarakat lapisan bawah, meliputi buruh, tani, nelayan, dan UKM. Peningkatan ini dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, antara lain menciptakan lapangan kerja baru, membuka lahan pertanian / perkebunan baru, menggali potensi yang ada, atau menaikkan upah buruh sampai cukup untuk kehidupan yang layak, termasuk untuk pendidikan dan masa depan anak2nya.
Jika buruh mendapat upah beberapa kali liipat upah minimum yang sekarang diterima, maka otomatis daya belinya akan meningkat, dan dapat dipastikan tambahan ini akan dibelanjakan seluruhnya di dalam negeri untuk membeli barang2 buatan lokal, sehingga tidak mempengaruhi devisa negara. Sebagian dari upah tsb, melalui berbagai saluran distribusi akhirnya akan kembali ke produsen dalam bentuk hasil penjualan dan profit. Naiknya daya beli masyarakat ini akan mendorong kenaikan market di dalam negeri, dan akhirnya akan memberi kesempatan kepada produsen untuk mengembangkan usahanya.
Tambahan laba yang diterima produsen ini akan mengcover berkurangnya laba yang dapat diterima produsen karena naiknya upah buruh. Agar semua dapat berjalan lancar, harus ada aturan yang jelas untuk membatasi import barang2 yang sudah dapat dibuat di dalam negeri. Tentu saja, kenaikan upah buruh ini harus dilakukan secara bertahap, misalnya dalam waktu sekian tahun, UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) harus naik menjadi sekian kali lipat. Dengan naiknya upah buruh, maka harga jual pertanian, khususnya beras dapat dinaikkan pula, sehingga petani dan juga nelayan akan mendapatkan peningkatan penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik melalui kenaikan harga maupun melalui naiknya volume kebutuhan pangan yang lebih bergizi.
Selama ini, kenaikan harga jual pertanian akan menimbulkan masalah bagi kaum urban kota, sebaliknya harga jual pertanian yang rendah akan menimbulkan masalah bagi petani. Naiknya upah buruh dan naiknya pendapatan petani, otomatis akan meningkatkan daya beli dan mendorong meningkatnya market dari UKM, sehingga UKM juga akan berkembang. Dalam pengertian UKM disini utamanya adalah home industri, yang konsumen utamanya adalah kalangan marginal. Dengan berkembangnya daya beli masyarakat marginal melalui kenaikan pendapatan ini, baik yang diterima buruh, petani, maupun UKM, akhirnya akan kembali ke produsen sejalan dengan meningkatnya market barang dan jasa di dalam negeri yang diciptakan produsen.
Dalam sistem Ekonomi Kerakyatan ini yang diutamakan adalah rakyat kecil, yaitu buruh, tani, nelayan, dan UKM. Dalam sistem ini, khususnya dalam bidang produksi, yang ingin didorong maju adalah UKM yang tersebar di seluruh Indonesia.
(bersambung bag...3)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar