20090814

Pemutusan 88 BTS Lumpuhkan Komunikasi


JAKARTA, KOMPAS.com — Pemutusan 88 base transceiver station telah melumpuhkan sarana komunikasi seluler di kawasan Kabupaten Badung dan sekitarnya di Bali. Setidaknya sampai 40 persen kawasan yang dilayani tujuh operator seluler tak bisa melakukan aktivitas komunikasi.

Keluhan ini disampaikan Merza Fachys, Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia kepada wartawan di Jakarta, Kamis (13/8) siang. Dalam keterangan yang disampaikan bersama advokat Hinca IP Pandjaitan tersebut, Merza sangat menyesalkan tindakan Pemkab Badung yang dilakukan Minggu lalu itu.

”Kita tahu, kawasan Badung merupakan kawasan wisata, bukan hanya wisatawan tidak bisa berhubungan keluar, melainkan juga tidak bisa dihubungi. Tindakan ini jelas telah mencoreng muka kita sendiri, terutama dalam memberikan layanan kepada turis asing,” kata Merza.

Kerugian lain adalah terganggunya aktivitas bisnis, baik dari ataupun menuju daerah itu. Terutama juga menyangkut masalah keamanan dan ketertiban, ini berarti pemutusan 88 base transceiver station (BTS) yang terdapat pada 16 menara itu mengundang kerawanan pula.

”Keputusan Pemkab Badung ini jelas bertentangan dengan surat keputusan bersama empat menteri yang sudah dikeluarkan sebelumnya. Tindakan ini juga bersifat monopoli karena nantinya hanya boleh ada menara telekomunikasi terpadu yang dibentuk pemerintah kabupaten,” kata Hinca.

Oleh karena itu, atas tindakan semena-mena ini, anggota Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia sudah melaporkan kepada Polda Bali. Laporan pidana yang ditujukan kepada Bupati Badung dan Satpol PP Badung ini berdasarkan Pasal 38 UU Telekomunikasi, yang disertai ancaman hukuman maksimal enam tahun atau denda Rp 600 juta.

Adapun BTS yang mati akibat pemutusan adalah BTS milik tujuh operator, yaitu Telkomsel sebanyak 22 buah, Indosat (6 buah), XL (6), Mobile 8 (33), BTel (6), Flexi (9), dan HCPT (6).

Tindakan yang diambil Pemkab Badung tersebut merupakan yang kedua kalinya. Tindakan pertama pada Desember tahun lalu. Berbagai upaya pendekatan dilakukan Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia, termasuk kepada Menteri Dalam Negeri, tetapi belum mendapatkan tanggapan. (awe)


Sumber : KOMPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar